Featured post

Cara Daftar Linktree Gratis, Buat Tapilan Bio Semakin Menarik

Breaking News

DINASTI AWAL CHINA (XIA, SHANG, CHOU, DAN QIN)

 



 

DINASTI AWAL CHINA (XIA, SHANG, CHOU, DAN QIN)



 

 

  

2.1 Suksesi Pemerintahan Dinasti Xia, Shang, Chou, dan Qin

2.1       Dinasti Xia

Kepastian kapan mulai diabngunnya Dinasti Xia dan kapan dinasti ini berakhir masih di perdebatkan oleh para ahli sejarah. Menurut Zhiyu Guo dalam hasil penelitiannya yang berjudul “The Use of AMS Radiocarbon Dating for Xia, Shang, Zhuo Chronology” dikatakan bahwa Dinasti Xia telah didirikan pada tahun 2070 sebelum masehi dan berakhir pada tahun 1600 sebelum Masehi, berarti dinasti ini telah Hidup selama 470 tahun.

2.1.1                     Berdirinya Dinasti Xia: Berawalnya Sistem Pemerintahan Dinasti

Awal berdirinya china ini menurut legenda di katakana bahwa pada mulanya keadaan alam semesta sedang kacau dan dari kondisi semacam ini akhirnya muncul dua buah kekuatanatau energy yakni Yindan Yang. Pasangan energy ini lalu melahirkan seoarang anak yang bernama Bangu yang lalu membereskan segala sesuatu yang kacau di alam semetas ini, Versi kedua mengatakan bahwa yang menciptakan alam semesta ini adaah Nuwa.

Legenda china kuno memberikan gambaran kehidupan masyarakat pada zaman itu yang terdapat 3 raja dan lima kaisar Purbakala yang menurut Sima qian dalam karya bukunya yaitu Shiji mengatakan bahwa Tiga raja itu bernama Raja langit, Raja Bumi, dan Raja Manusia dan Lima Kaisar Purbakala adalah Huangdi, Zhuan Xu, Diku, Yao, dan Shun. Setelah itu Shun pada gilirannya menunjuk Yu sebagai penerusnya. Untuk mempertahankan hidupnya terhadap berbagai bencana alam serta penyerbuan suku suku barbar. Legenda china mencatat mengenai Yu yang harus bekerja keras mengatasi banjir besar yang melanda China saat itu, ia berhasil mengatasi banjir tersebut dan menggali saluran saluran irigasi yang hasilnya membentuk 4 sungai besar China yakni Sungai Huanghe, Yangzi, Han dan Huai.

Tatkala Kaisar Yu sudah tua ia bermaksud menyerahkan kepemimpinannya pada Bo Yi. Namun, putra Yu yang bernama Qi, berhasil membunuh Bo Yi dan merampas kekuasaan. Sejak saat itulah dimulai sistem pemerintahan secara turun- temurun yang bertahan selama lebih dari 4000 tahun (hingga tahun 1911). 

Dinasti yang didirikan Qi dinamakan Xia (2205-1766 SM). Sima Qian seorang ahli sejarah, belakangan mencatat bahwa Dinasti Xia memiliki tujuh belas orang raja. Meskipun akhirnya sistem pemerintahan berdasarkan pelimpahan kekuasaan secara demokratis digantikan oleh sistem pemerintahan Otokrat, tetap saja hal ini menunjukkan perkembangan dalam kehidupan sosial Bangsa Tionghoa. Selama pemerintahannya yang berlangsung kurang lebih sekitar 400 tahun tersebut, terjadilah kemelut terus-menerus berupa agresi bangsa barbar serta konflik internal. Raja terakhir Dinasti Xia, yakni Jie adalah seorang penguasa yang zalim. Pada saat negarannya dilanda kekacauan, ia malah bersenang-senang dengan cara memerintahkan pembangunan istana besar demi kepentingaanya sendiri. Tang, seorang penguasa Shang (sebuah negara bagian kecil), berhasil menumbangkan Dinasti Xia, dan mendirikan dinasti baru bernama Shang.

Keberadaan dinasti Xia ini masih diragukan, dan sering dianggap sebagai bagian dari zaman legenda, naum peninggalan Kebudayaan Longshan serta Erlitou menyediakan sumber yang melimpah bagi penelitian mengenai Dinasti Xia yang misterius ini. Sebagai tambahan para ahli telah menyepakati untuk mengasosiasikan peninggalan Kebudayaan Longshan tersebut dengan Dinasti Xia, meskipun pada zaman itu belum ada tulisan. (Taniputera, 2016: 56)

2.1.2. Perkembangan Sejarah Dinasti Xia Setelah Qi A. Masa Kepemimpinan Taikang – Houyi.

Putra Qi yang bernama Taikang menggantikannya sebagai penguasa Dinasti Xia. Ia menjadikan Zhenxun sebagai ibukotanya. Penguasa baru ini sangat gemar berburu dan mengabaikan pemerintahan negaranya. Ketika Taikang sedang pergi berburu ke sebalah selatan Sungai Luo, pemimpin suku barbar Yi bernama Houyi (seorang tokoh legenda yang terkenal akan lengan panjangnya dan pernah memanah delapan matahari) merebut kekuasaan dan memusatkan kekuatannya di tepi sungai Luo, hingga memaksa Taikang melarikan diri. Houyi menjadikan saudara Taikang yang bernama Zhongkang sebagai raja, tetapi setelah kematiannya, Houyi merebut kekuasaan dengan menggulingkan putra Zhongkang yang bernama Xiang.. Xiang melarikan diri ke Shanqiu dan meminta perlindungan suku Zhenguan serta Zhenxun.Pada masa pemerintahan Houyi, Hanzhuo adalah seorang jenderal bawahan Houyi. Belakangan Hanzhuo merebut kekuasaan dan membunuh Houyi. Ia mengambil alih istri-istri Houyi yang melahirkan baginya dua orang anak yang terkenal akan kekuatannya

B. Masa Kepimpinan Hanzhuo – Fa (Putra Gao)

Setelah Hanzhuo membunuh Houyi, Hanzhuo mulai memerintah Xia. Untuk mencegah anggota keluarga Dinasti Xia merebut kekuasaan kembali, ia mengirim salah seorang putranya ke suku Zhenguan dan Zhenxun guna membunuh Xiang. Istri Xiang yang merupakan keturunan suku You-renguo melarikan diri ke tempat asalnya dan melahirkan Shaokang. Belakangan, anak yang dilahirkannya itu melarikan diri serta meminta perlindungan pada suku Youyushi. Seorang bekas menteri Xia yang bernama Mi berhasil mengimpun kekuatan melawan Hanzhuo dan mengalahkannya. Berkat kemenangan itu, Shaokang dapat menduduki kembali singgasana leluhurnya. Putra dan pegganti Shaokangyang bernama Zhu berhasil menemukan perisai untuk menahan serangan panah tajam dari suku Yi, yang terkenal kepiawaiannya dalam hal berburu dan memanah.

Raja-raja Xia berikutnya adalah Hui (alias Fen-Putra Zhu), Mang (Putra Hui), Xie(Putra Mang), Buxiang (Putra Xie), Jiong (saudara Buxiang), Jin (Putra Jiong), Kongjia (Saudara Buxiang). Raja yang bernama Kongjia sangat percaya akanGuishen (Dewa-dewa atau Ruh alam) dan hidup boros. Inilah yang menyebabkan mengapa pamor Dinasti Xia merosot di hadapan suku-suku yang hidup di sekitarnya. Para pengganti Kongija adalah Gao (Putra Kongija), Fa (Putra Gao), dan Jie ( alias Lugui) Dinasti Shang berdiri pada 1766-1122 SM. Dinasti Shang merupakan dinasti kedua, Dinasti Shang menggantikan Dinasti Xia.Dinasti Shang diperkirakan bertempat didaerah hilir Huan He atau sungai Kuning yang bernama suku Shang.Dinasti Shang mempunyai pengaruh yang sangat penting dalam perdaban Tionghoa.Dibuktikan dengan banyaknya benda-benda kuno peninggalan Dinasti Shang oleh para Arkeologi. (Danandjaja, 2007:23)

Berdirinya Dinasti Shang ,China masuk ke zaman sejarah (zaman telah ada tulisan ) dinasti ni merupakan dinasti pertama yang meninggalkan bukti tertulis kuat dan eksistensinya.Awalnya adalah nama suku yang mendiami salah satu bagian sungai Huang He .nenek  moyang dinasti shang  bernama Xie   menurut  sima qian .dan merupakan bawahan dinasti Xia .Kaisar Tang adalah pendiri dinasti shang adalah keturunan xie yang ke – 14 , kaisar tang yang namanya bergelar Tian Yi / Yi Surgawi . sebelum mengembangkan dinasti xia , tang merupakan seorang Fang boa tau raja bawahan dinasti Xia. Pada masa dinasti xia dan shang para raja bawahan pada umumnya diberi gelar fang (yang artinya daerah kekuasaan).

Raja terakhir dinasti Xia yang bernama jie adalah penguasa zalim dan kejam . Tang memaklumkan pemberontakan terhadapnya .ia menyatakan bahwa kaisar jie dari dinasti shang telah melanggar mandat langit (shangdi) .tang menaklukan jie di reruntuhan you song. Tetapi ia berulang kali berhasil melarikan diri dan bertempur kembali melawan tang .para sejarawan di zaman lampau mengatakan bahwa Tang harus melakukan sebelas kali pertempuran sebelum menguasai seluruh china . jie akhirnya , tertangkap di penjara di Nanchao , tempat dimana ia mati tiga tahun kemudian. Keberhasilan tang berkat bantuan penasihat bijaknya yang bernama Yi Yin. Penasihat bijak ini hidup hingga 100 tahun dan menjadi penasihat bagi empat raja shang berikutnya. Konfusius menyebut pemberontakan ini sebagai revolusi shang tang dimana istilah ini juga dipergunakan Dr.Sun Yat Sen dalam perjuangannya menumbangkan dinasti qing . menurut legenda putra jie kemudian melarikan ke sebelah utara dan menjadi nenek moyang bangsa Hun disana . (Taniputera, 2016 : 61-

62)

Setelah menggulingkan dinasti Xia , tang mendirikan dinasti baru serta menjadikan Bo sebagai ibukotanya. Tang mempelajari kesalahan pendahulunya sehingga tidak memperlakukan rakyatnya dengan semena mena serta memperkerjakan banyak menteri bajik dan bijaksana .oleh karena itu terjadilah kemajuan pesat di segala bidang semasa pemerintahnnya . ketika beliau mangkat , karena putranya yang bernama Taiding juga telah wafat , saudara Taiding yang bernama waibing dipilih untuk menggantikannya . Tiga tahun kemudian saudara waibing yang bernama Zhongren naik tahta menggantikannya .setelah itu , empat tahun kemudian , Taijia , putra Taiding diangkat sebagai kaisar oleh yiyin . Taijia ternyata tidak mengikuti jejak pendiri dinasti shang .ia mengabaikan urusan pemerintahan negara. Perdana menteri Yi Yin dengan segera menurunkan Taijia dari tahta dan mengurungnya dalam sebuah gubug di sebelah makam kaisar Tang selama tiga tahun , yakni masa perkabungan menurut adat istiadat bagi kakeknya itu . dalam masa pengasingan tersebut , Taijia diajarkan cara – cara mengendalikan serta mengatur negara .setelah Taijia berhasil menjadi seorang yang bijaksana , Yi Yin mengembalikannya ke atas singgasana .

 Peristiwa ini memperlihatkan keluhuran budi dan kesetiaan sang perdana menteri pada negara . Taijia berhasil menjadi penguasa yang baik dan digelari Tai Zong atau Leluhur Agung .setelah Taijia mangkat ia digantikan oleh putranya yang bernama Aoding dan pada masa pemerintahannya , Yi yin wafat dan dimakamkan di Bo , ibukota Dinasti Shang.

Sumber sejarah alternatif berjudul Buku bamboo (Zhushu Jinian), mengatakan bahwa Taijia telah membunuh Yi Yin sebagai balas dendam karena telah mengasingkannya selama tiga tahun (meskipun itu demi kebaikannya sendiri Tetapi penggalian arkeologis yang dilakukan terhadap ibukota Dinasti Shang memperlihatkan betapa besarnya rasa hormat yang diberikan oleh kaisar pada saat pemakamannya . ahli sejarah yang bernama Li Xueqin dalam bukunya berjudul Zhushu Jinan and Xia Dinastymenyatakan bahwa Buku Bambu telah menggambarkans secara rancu para penguasa kejam dan perebut tahta serta mengaburkan fakta sejarah yang sebenarnya demi melayani kepentingan politik semasa masa perang antar negeri. Penulis catatatan sejarah yang berjudul Buku Bambu itu telah mengarang cerita – cerita yang tidak benar , seperti perselingkuhan antara yi yin dengan permaisuri raja Xia terakhri yakni Meixi , masa pengasingan Taijia yang bukannya tiga tahun melainkan tujuh tahun, dan pembunuhan Yi yin oleh Taijia sebagai usaha balas dendam . Li Xueqin menyatakan bahwa catatan pada tulang yang berasal dari masa Dinasti Shang memperlihatkan rasa hormat dan kepercayaan luar biasa terhadap Yi Yin , sebaliknya Buku Bambu mengandung muatan politis tertentu yakni untuk membenarkan pembunuhan serta perebutan kekuasaan – yang umum terjadi pada masa perang antar negeri . oleh karenanya , keterangan Buku Bambu tersebut patut diragukan kebenarannya.

2.2       Dinasti Zhou

Dinasti Zhou (1066 SM - 221 SM) adalah dinasti terakhir sebelum Cina resmi disatukan di bawah Dinasti Qin. Dinasti Zhou adalah dinasti yang bertahan paling lama dibandingkan dengan dinasti lainnya dalam sejarah Tiongkok, dan penggunaan besi mulai diperkenalkan di Tiongkok mulai zaman ini. Dalam buku History of China dikatakan bahwa pada awalnya Dinasti Zhou merupakan bawahan Dinasti Shang yang hidup di antara suku barbar di sebelah barat. Menurut kitab Shiji (nenek moyang penguasa Zhou dapat di telusuri hingga Houji (Hokkian: Ho Chik) merupakan penemu teknik pertanian dan kelak di puja sebgai dewa. Ibu Hoji bernama Jiang Yuan merupakan keturunan suku barbar Youtaishi (tempat kediaman mereka kini terletak di Provinsi Shaanxi). Dikatakan bahwa Houji terlahir setelah ibunya melangkahi tapak kaki seorang raksasa. Kemudian Houji di buang ke daerah pegunungan oleh Ibunya. Houji di temukan oleh binatang buas dan burung-burung, kemudian ia dirawat olehnya. Setelah sekian lama Houji di rawat oleh binatang buas itu, Houji tumbuh menjadi seorang pemuda yang ahli dalam bidang pertanian, hingga akhirnya Kaisar Yao dan Shun memanfaatkan kepandaiannya. Kaisar Yao memberi nama Ji yang berarti (Asal Muasal). Houji memiliki putra bernama Buzhu. Pada suatu hari Buzhu pergi ke negeri suku Rongdi, disebabkan karena kaisar tidak lagi memperhatikan bidang pertanian. Buzhu memiliki putra yang bernama Gongliu. Gongliu inilah yang berusaha keras untuk menghidupkan kegiatan pertanian di negeri tersebut. Munculnya lagi sistem pertanian ini sebagai penanda bahwa leluhur Dinasi Zhou telah mengalami perubahan pola kehidupan mereka dari yang awalnya peternakan ke pertanian. (Taniputera, I. 2008: 76-77).

Gongliu memiliki putra yang bernama Qingjie, ia mendirikan sebuah negeri kecil bernama Bin yaitu berada di Barat provinsi Shaanxi. Bin juga menjadi tempat kediaman suku barbar Xirong. Generasi kedelapan leluhur Dinasti Zhou bernama Gugong, di serang oleh suku barbar Rongdi kemudian melarikan diri ke Qishan. Rakyat bin mendukung hal tersebut. Setelah terjadinya peristiwa tersebut Gugong mendirikan sebuah kota yang letaknya di kaki Gunung Qishan, kemudian di beri nama Zhou. Gugong memiliki putra tertua yang bernama Taibo, ia berhasil mendirikan negara yang ada di Zhejiang tepatnya di delta Sungai Yangzi. Namun Taibo akan memberikan tahtanya kepada adiknya, karena ia mendapatkan mandat dari langit bahwa kelak putra dari adiknya akan menjadi penguasa negeri Zhou berikutnya.

Pada awalnya diantara Shang dan Zhou sering terjadi peperangan. Di buktikan dengan adanya tulang ramalan dari zaman Kaisar Aoding, yang berisi perintah bagi suku-suku taklukkan Dinasti Shang untuk memerangi Zhou. Namun tidak butuh waktu lama Zhou bersedia menaklukkan diri serta menerima menjadi bawahan dari dinasti Shang hingga zaman Ji Chang dan Ji Fayang berhasil menumbangkan Dinasti itu dan mendirikan Dinasti Zhou. Setelah terjadi kemenangan diantara salah satunya, Zhou sering membantu Dinasti Shang dalam rangka melawan bangsa barbar. (Taniputera, I. 2008: 77-78)

Sedangkan dalam buku “Sang Naga dari Timur” dikatakan bahwa Zhou adalah negara sheikh kecil di bawah asuhan Dinasti Shang. Menurut cerita, Raja Sheikh Zhou adalah keturuna dari para agraria Houji dan merupakan keturunan Kaisar

Huangdi (cikal bakal bangsa Han) maka dengan sendirinya mereka sangat piawai dalam bidang agraria, tidak mengherankan ketika masa pemerintahannya bidang pertanian sangatlah maju.Karena kemakmuran yang ada di Negara Zhou membuat negara tetangga merasa tertarik khususnya Dinasti Shang. Banyak dari para bangsawan dan hartawan yang kecewa dengan pemerintahan kerajaan Shang sehingga banyak dari mereka yang memutuskan untuk pindah ke wilayah Zhou.

Mmelihat keadaan tersebut, Kaisar Shang mengeluarkan makklumat “ hukuman mati” bagi mereka yang melanggar hukum dan melarkan diri ke Negara Zhou.

Raja Zhou Jichang yang mengetahui situasi tersebut kemudian memproklamirkan dirinya sebagai utusan dari Yang Mahakuasa (Shoutianming) dan secara diam-diam memberantas komplotan dan pendukung Kaisar dinasti Shang, serta menaklukkan negara-negara Sheikh asuhan Dinasti Shang. Namun, Kaisar Jichang terlebih dulu meninggal dunia, padahal rencana yang ia buat sudah hampir berhasil. Tahtanya ia wariskan kepada anaknya yang bernama Jifa. Ia dinobatkan sang ayah sebagai Raja Anumerta Zhou Wungwang.

Pemerintahanan Zhou Wungwang persis seperti apa yang dilakukan oleh Shangtang ketika mendirikan Dinasti Shang. Zhou juga menghancurkan Shang dengan menerapkan siasat “yongjian”, famou”, dan “fabing”. Pada tahap pertama, Zhou Wuwang mengirim mata-mata ke Dinasti Shang untuk mendapatkan informasi tentang negara dan militer Dinasti Shang. Mata-mata yang dikirimkan sang raja telah berhasil dan pulang membawa laporan bahwa pejabat yang ada di di Negara Shang sangat lah bajat, banyak korupsi yang terjadi bahkan pemalakkan juga terjadi dimanamana, tidak hanya itu kondisi politik pemerintah sangatlah kacau. Meskipun begitu Zhou Wuwang belum mengambil tidakan apapun, laporan berikutnya juga datang yang mengtakan bahwa Perdana Menteri Bigan dihukum mati, Menteri Jizi ditangkap, dan Menteri Weizi diusir.Setelah mendengar laporan itu Zhou Wuwang juga belum mengambil tindakan apapun sampai ia mendapatkan laporan yang mengatakan bahwa kaisar Shang Zhouwang untuk mengatasi pemberontakan yang dilakukan oleh negara-negara asuhannya ia harus mengerahkan pasukan intinya dan pada waktu itu terjadi bencana kelaparan (Hendri, Y. W, 2014: 15).

 

2.2.1    Perkembangan Dinasti Qin

Karena kekejaman dan kekerasannya, rezim Qin tidak bertahan lama, dan hanya bertahan selama dua generasi. Kaisar Zheng wafat pada tahun 210 SM saat sedang berada dalam perjalanan mengelilingi kerajaannya. Seharusnya yang ditunjuk sebagai pengganti adalah putra mahkota Fu Su, yang saat itu sedang dihukum buang oleh ayahnya di Changjun. Namun, Li Si (penasihat kaisar) dan Zhao Gao (seorang kasim licik yang belakanganmengendalikan kekuasaan Dinasti Qin) memalsukan surat wasiat yang isinya memerintahkan agar Fu Su melakukan bunuh diri. Zhao Gao kemudian merekayasa agar putra kedua raja, yang bernama Hu Hai naik tahta dengan gelar Er Shihuangdi (Kaisar Kedua). Rekayasa politik ini dilakukan, karen khawatir apabila Fu Su yang naik tahta, mereka berdua akan kehilangan jabatannya. Pada zamannya terjadi penindasan yang lebih besar terhadap rakyat dengan jalan menaikkan pajak. Para petani yang hidupnya di bawah Dinasti Qin melakukan berbagai pemberontakan.Zhao Gao menyingkirkan Li Si dengan jalan memfitnahnya sehingga ia dan keluarganya dijatuhi hukuman mati.

Zhao Gao semakin menanamkan pengaruhnya yang besar pada Hu Hai dan mengendalikan sepenuhnya roda pemerintahan Kekaisaran Qin. Untuk menunjukkan betapa besar pengaruhnya pada kaisar, sesekali Zhao Gao menghadiahkan rusa kepada kaisar dengan mengatakan bahwa itu adalah kuda. Kaisar merasa kebingungan dan bertanya bahwa bukankah itu rusa. Zhao Gao menyarankan kaisar untuk menanyakan sendiri pada para menterinya. Menteri-menteri yang ketakutan terpaksa mengiakan saja apa yang dikatakan Zhao Gao, kecuali beberapa orang menteri setia yang tetap berpegang pada kebenaran. Sebagai akibat pembangkangan itu, mereka kemudian dihukum mati oleh Zhao Gao. Dengan liciknya, Zhao Gao menganjurkan kaisar untuk senantiasa bersenang- senang saja dan memercayakan semua urusan negara padanya. la bahkan tidak pernah melaporkan pada kaisar mengenai pecahnya pemberontakan di mana-mana yang mengancam keberlangsungan Dinasti Qin serta betapa sengsaranya rakyat saat itu. (Taniputera, 2016:146)

Dengan bala bantuan yang dikirim Chen Sheng dan Wu Guang, pemberontakan diberbagai daerah mulai meraih kemenangan demi kemenangan dan memperluas wilayah yang dikendalikan para pemberontak. Karena jumlah pasukan pemberontak tidak cukup untuk melakukan tugasnya dengan baik dan garis komandonya tidak jelas serta terpecah-pecah, kendali beberapa wilayah kembali ketangan para bangsawan yang pernah digulingkan di enam negeri yang telah ditaklukkan. Tidak sampai tiga bulan berjalan sejak dimulainya pemberontakan, negeri Zhao, Qi, Yan dan Wei telah memiliki raja yang menobatkan diri sendiri untuk menghidupkan kembali kerajaan lama mereka. (Handa, Lin dan Cao Yuzhang, 2014:138)

2.2.2 Perkembangan Seni Dan Teknologi Pada Masa Dinasti Qin

Salah satu peninggalan terbesar Dinasti Qin adalah makam Kaisar Qin Shihuangdi yang terletak di Xi'an, Provinsi Shaanxi. Penemuan kembali makam ini merupakan peristiwa spektakuler yang terjadi pada bulan Maret 1974. Penemuan ini terjadi secara kebetulan ketika beberapa orang pekerja sedang melakukan pengeboran guna mencari sumber air. Mereka menemukan patung-patung prajurit dan kuda dalam ukuran sebenarnya.

Penggalian selanjutnya berhasil menemukan patung-patung lainnya dengan jumlah yang sangat banyak. Kaisar Qin Shihuangdi memang memerintahkan pembuatan patung-patung prajurit itu dengan maksud agar dapat menyertainya di alam baka. Pada mulanya, patung-patung itu diberi warna terang (sampai sejumlah 12 hingga 13 warna) dan meskipun bagian-bagian tertentu telah dihasilkan dengan cetakan agar seragam, tetapi penyatuan atau perakitan serta pewarnaannya tetap dikerjakan secara manual. Inilah yang menyebabkan mengapa patung-patung terakota itu tidak ada yang sama sepenuhnya. Secara keseluruhan, terdapat delapan jenis patung:

1)                Jenderal, yang dikenali melalui ukuran tubuhnya, penampilannya yang berwibawa, serta pengerjaan yang teliti hingga detail sekecilkecilnya.

2)                Pejabat militer tingkat tinggi, yang dikenali melalui ukuran tubuhnya, sikapnya yang berwibawa, serta baju zirah penuh hiasan dikenakannya.

3)                Pasukan kavaleri.

4)                Pengemudi kereta perang.

5)                Anggota    pasukan       penunggang       kuda, yang digambarkan sedang mengenakan pelindung kepala.

6)                Pasukan infanteri, baik yang mengenakan baju zirah atau tidak. Masing- masing memegang senjata yang berbeda-beda.

7)                Pasukan     panah yang       digambarkan sedang berlutut       dalam posisi menembakkan panah.

8)                Pasukan yang bertarung dengan tangan kosong.Digambarkan tidak bersenjata dan tidak mengenakan baju zirah.(Taniputera,2016:159) Sebagai tambahan, senjata yang dipegang oleh patung-patung ini adalah senjata asli, mungkin agar terkesan lebih hidup. Terlepas dari semua itu, patung- patung ini memperlihatkan tingginya mutu karya seni semasa Dinasti Qin. Makam luar biasa ini, juga dilengkapi dengan peta China beserta tiruan sungai-sungainya yang dialiri dengan air raksa.

Karya besar lainnya yang dihasilkan semasa Dinasti Qin adalah istana kerajaan yang disebut  dengan Istana E  Pang.  Untuk membangunnya, dikerahkan 700.000 pekerja paksa dan tawanan. Bangunan indah ini dapat memuat 10.000 orang dalam ruang tengahnya saja. Tetapi, istana ini hanya salah satu di antara sekian banyak istana kaisar pertama Dinasti Qin. Konon, kaisar telah memerintahkan untuk mendirikan tiruan istana masing-masing negara yang telah ditaklukkannya. Istana tiruan itu kemudian dihubungkan dengan istananya sendiri. Karena Kaisar Qin

Shihuangdi telah menaklukkan enam negara. tentu saja secara keseluruhan juga ada enam istana lainnya di samping istananya sendiri yang sudah sangat besar itu. Namun, kompleks istana ini habis dibakar oleh Xiang Yu, dan konon karena luasnya yang luar biasa itu, api terus berkobar selama 3 bulan. Prestasi lain yang dilakukan kaisar pertama Dinasti Qin adalah penyatuan sistem penulisan, anak timbangan, ukuran, mata uang, dan lain sebagainya.

2.2 Gambaran Umum Pre-Dinasti

Dinasti Xia

1. Letak geografis 

Sekitar 2070 SM, Yu mendirikan Xia, dinasti pertama dalam sejarah Tiongkok. Yu membagi seluruh negeri menjadi sembilan wilayah dan mendirikan ibu kota di Yangcheng (sekarang Dengfeng). Wilayah administratif termasuk Henan, Hebei, Shanxi, Shandong, Shaanxi, Jiangsu, Zhejiang, Anhui, Hubei, dan seterusnya. 

2. Sistem Pemerintahan

Raja pertama dari dinasti xia adalah Yu. Raja ini memberkan perhatian lebih kepada rakyatnya. Sistem pengiran di tata dengan baik untuk mencegah adaya banjir yang terjadi sewaktu-waktu. Tu adalah seorang radja yang gemar membantu rakyat, mengajarkan cara menggembala, bercocok tanam, menenun kain sutra dan berbagai kerajinan lainnya. Pada masa pemerintahannya, negara Cina dibagi menjadi 9 provinsi. Untuk setiap provinsi di tunjuk seorang pangeran untuk memerintah. Selain seorang menteri yang selalu menasehati adalah Yi. Raya Yu wafat kemudian digantikan oleh Yi. Yi menyadari bahwa dirinya kurang berhak atas tahta itu sebab ia memiliki banyak putera diantaranya Ki. Pada masa pemerintahan Yi, terdapat kerusuhan perihal perebutan kekuasaan. Pada akhirnya dimenangkan oleh Ki, yang merupakan salah satu adak dari Yi. Ki mengangkat dirinya menjadi kaisar. Ki merupahan kaisar yang pemalas, gemar berburu dan merusak tanaman para petani ketika mengejar buronan. Difat buruk lain yang dimiliki Ki adalah suka merampas uang dan harta untuk membunuh siapa pun yang mencelannya. Pada masa pemerintahannya, ia mendirikan tempat-tempat hiburan. Pada masa pemerintahnnya, Ki tidak menfokuskan kekuasaannya kepada pemerintahan. 

Dinasti Shang

Menurut legenda, Dinasti Shang didirikan sekitar waktu 1600 SM oleh seseorang proa bernama Cheng Tang yang berhasil mengalahkan raja jahat Xia. Dinasti Shang merupajan sebuah monarki yang diperintah oleh serangkaian raja dengan total 29, 30 raja selama hampir 600 tahun. Raja dilayani oleh pejabat yang memegang posisi otoritas dan fungsi khusu, dan para pejabat termasuk kelas keturunan bangsawan yang berhubungan dengan raja sendiri. 

Cheng Tang dikatakan telah mendirikan ibu kota disebuah kota bernama Shang (dekat Zhengzhou sekarang), kemudian raja-raja memindahkan ibu kota ke sebuah tempat yang bernama Yin (dekat Anyang Modern). Bukti arkeologis menunjukkan bahwa kota Shang adalah ibu kota leluhur dinasti. Ditemukan kuil, tablet, dan tanda kebesaran leluhur mereka yang paling suci. Ibukota politik adalah tempat raja tinggal dan memerintah. Sementara ibu kota politik berpindah berkalikali, sedangkan ibu kota leluhur tidak pernah pindah. 

Dinasti Shang terletak di bagian utara provinsi Henan, di daerah segitiga antara kota Anyang, Luoyang, dan Zhengzhou, dua kota terakhir berada di Sungai Kuning. Selain mengungkap sisa-sisa beberapa kota Shang, para arkeolog telah menemukan kuburan besar dari banyak raja Shang dan keluarganya. 

1. Kepercayaan

Para Shang menyembah "Shang Di," yang merupakan dewa tertinggi yang memerintah dewa-dewa matahari yang lebih rendah, bulan, angin, nenek moyang mereka karena mereka percaya bahwa meskipun nenek moyang mereka tinggal di surga setelah kematian mereka, mereka masih terlibat secara aktif dengan nenek moyang mereka menggunakan tulang orakel dan sering membuat pengorbanan untuk mereka. Seperti di banyak masyarakat lain, mereka mengorbankan hewan untuk bangsawan leluhur atau dewa untuk membantu dan memberi makan leluhur atau dewa agar mereka tetap kuat. 10 Mereka percaya jika mereka gagal beribadah dengan benar banyak bencana. 

Karena Shang percaya pada akhirat dan pemujaan leluhur, menemani almarhum ke kuburannya. Makam keluarga kerajaan Shang yang luas dan rumit adalah tanda-tanda kekuatan mereka kuburan adalah sisa-sisa banyak orang lainnya. Beberapa adalah individu tanpa nama yang telah ditangkap selama pertempuran dan tanggungan yang lebih rendah dari almarhum. Praktik mengubur orang-orang berpangkat lebih rendah ini mencerminkan keyakinan Shang itu diharapkan untuk melanjutkan hubungan itu dalam kematian. 

2. Kontribusi Shang untuk Peradaban Cina a. Penemuan Penulisan

Prasasti tulang oracle adalah bentuk tulisan Tiongkok tertua yang diketahui. Dengan membandingkan dan menyamakan prasasti dengan aksara Cina modern, para ahli telah menunjukkan bahwa Shang telah mengembangkan semua prinsip tulisan modern. 

b. Teknologi Perunggu

Dinasti Shang ada selama zaman perunggu. Saat itu perunggu digunakan oleh Shang, jelas bahwa hanya mereka yang memiliki tingkat kekuatan apa pun di kerajaan yang dapat wadah upacara untuk makanan dan anggur. Sejauh ini, sebagian besar karya adalah wadah upacara dan berbicara tentang masyarakat dan budaya itu menyembah dewa dan leluhur.  Perunggu tidak digunakan untuk peralatan umum, seperti palu atau cangkul.

c. Penggunaan Chariot dan Senjata Perunggu di Warfare

Kemajuan teknologi perunggu dan penggunaan senjata perunggu memberikan keuntungan besar bagi militer Shang atas musuh-musuh mereka dan benar-benar mengubah cara mereka berperang. Mereka menggunakan senjata yang baru dikembangkan seperti tombak berujung perunggu danombak, busur panah; dan yang terpenting, mereka menggunakan kereta yang ditarik kuda.

3. Akhir dari Shang

Dinasti Shang berakhir sekitar 1050 SM, ketika penakluk dari negara bagian Zhou menyerbu ibu kota dan berhasil menggulingkan Dinasti Shang. Para penakluk Zhou mengklaim menggulingkan Dinasti Shang karena alasan moral. Mereka berkata bahwa raja Shang jahat dan surga tidak lagi menginginkan dia untuk memerintah. Mereka menyalahkan kejatuhan Shang karena rajanya minum berlebihan, gaya hidup memanjakan, dan perilaku tidak bermoral. Kejatuhan tetap menjadi kisah peringatan bagi raja dan kaisar selama bertahun-tahun yang akan datang.

Dinasti Chou (Zhou) (1222-221 SM)

1. Chou Barat (1222/1223-771 SM) a. Letak Dinasti Zhou Barat

Sejak awal, lembah sungai Wei telah menjadi tanah air bagi orang-orang Chou (Zhou). Sungai Wei berfungsi sebagai basis kekuatan kerajaan Zhou setelah penaklukan, meskipun lokasi komunitas Chou sebelum dinasti. Keterangan tersebut didukung oleh penemuan arkologi yang mengungkapan dasar makro-geopolitik daratan Sungai Wei sebagai jantung negara Chou Barat.  

b. Zhuo Masa Pemerintahan Wu Wang

Pada masa pemerintahannya, Wu Wang menjadikan kota Chang An sebagai ibu kota. Wu Wang memerintah dengan adil dan bijaksana. Untuk mewujudkan kesejahteraan dan kemakmuran, Wu Wang membuat kebijakan dalam bidang pemerintahan, antara lain:

1)       Kekuasaan Raja sebagai penguasa tertinggi

2)       Raja dalam menjalankan pemerintahan didampingi oleh Perdana Menteri sebagai penasehat raja dan dibantu oleh 5 menteri lainnya

a.        Menteri Pertahanan, bertanggung jawab atas pertahanan dan keamanan negara

b.        Menteri Upacara, setiap tahun menyusun dan membuat penanggalan dan mengadakan pengawasan upacara di lingkungan kerajaan

c.        Menteri Pertanian, yang bertugas memberi penerangan atau penyuluhan terhadap petani tentang bagaimana cara menanam dengan baik dan dapat menghasilkan sebanyak-banyaknya

d.        Menteri Kehakiman, bertugas mengadili dan menghukum orang yang melanggar hukum

e.        Menteri Pekerjaan Umum, berkewajiban mengurus pekerjaan umum seperti jalan, jembatan, benteng, saluran dan sebagainnya. 

3)       Kerajaan dibagi dalam beberapa propinsi

Wu Wang hanya memerintah sampai tahun 1116 SM, kemudian digantikan oleh puteranya yang bernama Cheng Wang. Dikarenakan puteranya masih kecil, maka dalam menjalankan pemerintahan didampingi oleh seorang wali bernama Chou Kung. Pada masa pemerintahan Chou Kung, merupakan pertama kali bagi Cina mendapat serangan yang dilakukan oleh orang-orang bar-bar (bangsa Hsiung Nu)

Pada abad VIII SM dan abad ke IX SM kekuasaan Chou Barat semakin melemah, Kerajaan Chou terpecah mejadi kerjajaan kecil. Raja terakhir yang memerintah Chou Barat adalah Yu Wang. Pada saat pemerintahannya Chou Barat mengalami keruntuhan. Setelah Raja Yu Wang, digantikan oleh Raja P‟ing yang memindahkan pusat perintahannya ke timur, yang menjadi cikal Dinasti Chou Timur. 

2. Zhuo Timur (771-221 SM)

Pada masal pemerintahan Raja P‟ing, ibu kota dipindahkan dari Chang An ke Loi (Luoyang). Perpindahan ibu kota ini dimaksudkan untuk menghindari serangan dari bangsa bar-bar. Chou Timut semakin lemah dan tdak mengalai peningkatan. Pada masa Chou Timur kekuasaan daerah makin besar. Pada masa Chou Timur terjadi perubahan-perubahan dalam kehidupan masyarakat, yakni:

1)     Meningkatnya kedudukan para pedangang

2)     Naiknya keduudkan para menguasa daerah, dan merosotnya kekuasaan pemerintah pusat. 

Pada masa itu terjadi perebutan antar negara vassal (wilayah bagian yang otonom) sebab pada masa itu di Cina terdapat banyak negara vassal seperti Ch‟i,

Ch‟u, Ch‟in, Po, Sang, Yen dan Chou sendiri sebagai pemerintahan pusat. Perubahan sosial di Cina berlangsung seperti mulai hancurnya sistem feodalisme dan muncul ide-ide baru di bidang filsafat. Negara vassal yang kuat menyerang yang lemah, masing-maisng saling memperkuat diri. Jumlah peperangan yang banyak megakibatkan majunya teknik organisasi dan kemiliteran. Dalam kondisi ini yang demikian dapat dinamakan masa permulaan dari zaman: “The Independent and

Contending States” dan sesudah itu (403 SM) merupakan masa “The Warring States”.

(Latourette, 1949)

3. Perubahan-perubahan Masa Kung Sun Yang

Pada masa dinasti Chou timur, terdapat negara vassal yang kuat yaitu Ch‟in dengan tokohnya yang dikenal Ku Sun Yang (atau Shang Yang) yaitu Perdana

Menteri dari Ch‟in. ia banya mengadakan pembaharuan dalam pemerintahan, berikut perubahan-perubahan yang diusulkan oleh Sun Yang:

a.      Sistem peminjaman tanah dihapus, tanah tersebut kemudian dikerjakan oleh petani setengah budak

b.      Sistem feodal dihapus, rakyat diberi hak memiliki tanah, dan rakyat diujinkan membuka tanag-tanah baru untuk pertanian

c.      Di wilayah Ch‟in yang luan dibagi menjadi distrik-distrik, dan kepala distrik ditunjuk oleh raja (Hsiao)

d.      Pemberian kedudukan tidak lagi berdasar garis keturunan, tetapi atas dasar kecakapan

e.      Orang yang telah berkeluarga supaya membentuk rumah tangga sendiri, dan tiap-tiap rumah tangga dianjurkan membayar pajak. 

Kerajaan Ch‟in menjadi kuat dalam bidang kemiliteran, karena menggunakan tentara berkuda yang geraknya lebih cepat dan lincah. Pada masa ini penguasapenguasa daerah sudah menggunakan gelar “Wang” (Raja Kecil” sehingga kekuasan semakin besar, sebaliknya kekuasaan pusat semakin merosot. Pada 249 SM Dinasti Chou dikuasai oleh kerajaan Ch‟in. namun sebelumnya, guna memperoleh kekuasaan penuh atas lawannya, terlebih dahulu mengalahkan lawan-lawannya dan yang terakhir ditaklukkan adalah kerajaan Ch‟i di bawah pimpinan Cheng pada 221 SM, selanjutnya Ch‟in berhasil menguasau seluruh Cina.  

Dinasti Qin

Satu abad setelah berdirinya dinasti Zhou Barat, Qin masih me rupakan negeri kecil yang diabaikan orang, yang wilayahnya sering dirampoki oleh suku-suku barbar Rong dari daerah barat. Namun pada pergantian periode Musim Semi dan Gugur ke periode Negara Berperang, Qin sudah menjadi sebuah kekuatan yang ditakuti oleh lawan dan disegani oleh kawan. Beraliansi dengan negeri ini merupakan jaminan kesuksesan dan ke langsungan negara. Qin memiliki pasukan yang kuat, persenjataan yang lengkap, dan dibekali dengan ambisi yang menyala-nyala untuk menyebarkan pengaruh di bawah kolong langit. 

1. Kondisi Geografis

Dinasti Qin dikenal dengan negeri tukang kuda. Sebutan itu didukung dengan lembah sungai Kuning di Cina yang subur, dikembangkan sebagai lahan pertanian dan penggembalaan ternak. Desa-desa di lembah dikembangkan menjadi kota dan kota bersatu membentuk sebuah negara. 

Tidak jauh dari aliran sungai Kuning, provinsi Gansu membentang dari utara ke selatan, menghubungkan Mongolia Dalam di utara dan provinsi Sichuan yang kaya di selatan. Dari sana, muncul aliran sungai Wei yang berkelok-kelok sepanjang 800 km dari sumbernya di Weiyuan sampai bermuara di aliran sungai Kuning di per batasan provinsi Shaanxi  dan provinsi Shanxi). Di sepanjang aliran sungai Wei inilah, kebudayaan China kuno dari zaman Shennong hingga Yandi lahir dan berkembang. Bahkan ada yang ber hipotesis bahwa sungai Wei  yang nama kunonya adalah Jiang, memberikan nama marga kepada kedua raja suci yang semi-mitos itu

Qin adalah wilayah yang sekarang masuk ke dalam provinsi Shaanxi, Gansu, dan Sichuan, Tanahnya didominasi oleh sabana dan stepa yang luas, dikelilingi oleh bukit-bukit terjal yang men jadi tembok pertahanan alami dari serbuan negeri lain. Sungai Wei yang mengairi Guanzhong menjadi urat nadi kehidupannya; keempat gerbang sempit yang menjaga Guanzhong menjadi tempat pertahanannya; gerbang Hangu di timur menjadi gerbang depannya, yang selalu setia mengamankan jalan maju dan mundur negeri Qin untuk menguasai China. Nama “Qin” itu sendiri adalah nama kuno untuk daerah Tianshui; namun di China modern, sebutan “Qin” merujuk pada provinsi Shaanxi itu sendiri.

2. Nenek Moyang

Qin didirikan dan sepanjang sejarahnya diperintah, oleh marga Ying, yang menurut Almanak Keluarga Lü adalah keturunan dari Shaohao (2598 – 2525 SM), putra dari Kaisar Kuning yang dianggap sebagai nenek moyang peradaban China.

Shaohao menjadi kepala suku Dongyi satu dari empat suku “barbar” yang mengelilingi China. Sampai kepada zaman raja Yushun, keturunan Shaohao yang bernama Gaoyao menjadi pejabat istana dengan kedudukan sebagai menteri kehakiman. Karena kebijaksanaannya, Yushun bermaksud hendak mengangkatnya sebagai penerus untuk menggantikannya menjadi raja . Namun sayangnya, Gaoyao keburu meninggal dunia karena sakit. 

Anak tertuanya bernama Boyi, sedangkan anak keduanya bernama Zhongyan. Boyi bekerja sebagai pengurus ternak kerajaan. Untuk mengurus ternak kerajaan, ia diberikan tanah garapan di sekitar Rizhao di Shandong, dan kemudian Yushun menganugerahinya marga “Ying”. Dari sinilah marga Ying yang menurunkan rajaraja Zhao dan Qin berasal. 

Sima Qian menuturkan kisah yang sedikit berbeda. Ia menyebutkan: 

“Nenek moyang Qin adalah cucu perempuan dari maharaja Zhuanxu yang bernama Nüxiu. Saat ia sedang menenun kain, ada seekor burung walet yang menjatuhkan sebutir telur, dan dimakan oleh Nüxiu. Ia kemudian melahirkan seorang anak laki-laki yang diberi nama Daye. Daye menikahi gadis suku Shaodian yang bernama Nühua. Nühua melahirkan Dafei, dan Dafei membantu Yu Agung mengendalikan sungai Kuning. Setelah berhasil, kaisar Shun menganugerahinya sepotong batu giok hitam sebagai hadiah atas kesuksesannya.” (Kitab Sejarah – Kisah

Negeri Qin)”

3. Masa Pemerintahan Adipati Zhuang dan Xiang

Pada masa pemerintahan Raja Xuan dari Zhou, bangsa Xirong pernah menyerbu Qin dan menewaskan Qin Zhong. Putranya yang bernama Ying Qi menggantikan ayahnya sebaia penguasa Qin dan berhasil mengerahkan ribuan pasukan berkuda untuk menyerbu Xirong. Suku bar-bar (Xirong) berhasil ditaklukan oleh Ying Qi. Keberhasilkan mengalahkan suku bar-bar itu, Ying Qi diangkat menjadi adipati dengan gelar adipati Zuang dari Qin. 

Setelah adipati Zuang wafat, kemudian digantikan oleh puteranya bernama yang bergelar adipati Xiang dari Qin. Pada masa pemerintahannya, untuk memperkuat kedudukan adipati Xiang, ia menjadikan adik perempuannya sebagai selir raja feng dari Zhou dan memindahkan ibukota Qin ke Kaiyi di sebelah timur. /daerah Kaiyi merupakan daerah yang subur, sehingga dinasti Qin semakin makmur dan semakin dekat dengan Zhou. Dengan kedua usaha tersebut, adipati Xiang mencoba menjalin hubungan dengan raja-raja. 

Sepeninggalan raja Feng, raja You memerintah tahun 781-771 SM menjadi raja Zhou. Mengalami kejadian-kejadian yang sangat tidak diinginkan, seperti kejajian yang dilakukan oleh raja You untuk menyelamatkan selirnya sengan cara mengkecoh bangsawan dengan menyalakan sinyal api di menara Istana, bara bangsawan mengira raja sedang dalam bencana, sehingga segera mengerahkan pasukan menuju keistana untuk menyelamatkan raja. Namun sinyal api di istana tersebut palsu, sehingga muncul rasa kemarahan para bangsawan kepada raja. 

Kerusuhan lainnya yaitu dilatar belakangi oleh rasa ketidak sukaan bangsawan Shen kepada raha You menjadikan anak bangsawan Shen sebagai selir yang dibuang oleh raja You. Shen bersekutu dengan Zeng dan bangsa Quanrong untuk menyerbu ibukota Zhou di Hoajing dengan perjajian bahwa bangsa Quanrong akan menarik mundur pasukan mereka setelah menduduki ibukota. 

Setelah melakukan penyeranga, dan berhasil menduduki Zhou, Quanrong mengingkari janji yang ia katakan, mereka merampoki penduduk ibukpta dan memerkosa penghuni istana. Merekan tidak mau angkat kaki dari ibukota, seperti yang mereka janjikan sebelumnya. 

Situasi negeri Zhou diambang kehancuran, adipati Xizing memimpin pasukan dan bersama degan bangsawan lainnya menyerbu Hoajing untuk mengusir suku Quanrong. Suku itu berhasil dikalahkan dan dipaksa mundur ke negeri mereka.

Karena jasa-jasanya, adipati Xiang dianugerahi gelar pe nguasa feodal oleh raja Ping, dan Qin dijadikan sebuah daerah feodal setara dengan negara-negara lain. Selain itu, tanah luas di sebelah barat Qishan dianugerahkan kepada Qin. Semenjak saat itulah, Qin berdiri sebagai sebuah negara feodal yang sejajar dengan negaranegara besar lainnya. Di bawah pimpinan adipati Xiang yang visioner dan berani mengambil keputusan penting inilah Qin mulai berkembang, dari sebuah wilayah tandus tak bertuan di perbatasan menjadi negara kuat yang ikut terjun dalam kancah politik negara-negara bagian. Setelah adipati Xiang mendirikan negeri Qin sebagai negara feodal, penerus-penerusnya semakin mengembangkan batas negeri Qin ke timur, hingga menguasai separuh dataran tinggi Guanzhong. Adipati Wen, Xian, Wu, De, dan Xian meneruskan ekspansi Qin, sampai kepada pemerintahan adipati Mu dari Qin. 

4. Masa Pemerintahan Adipati Mu (659-621)

Adipati Mu dari Qin bertahta tahun 659-621 SM. Berkat kerja kerasnya, negeri Qin terangkat posisinya menjadi sejajar dengan negara bagian lainnya. Ia merekrut Bai Lixi dan Jian Shu, menyerbu negeri Jin dan menangkap rajanya, menaklukkan suku Xirong di barat, dan mengaman kan perbatasan negeri Qin. Ia meletakkan dasar per luasan wilayah Qin ke timur. 

5. Kaisar Pertama di China a. Masa Pemerintahan Kaisar Ying Zheng

Tahun pemerintahan raja Zheng dari Qin ke-26 (221 SM), Qi menjadi negara terakhir yang ditaklukkan oleh Qin. Selama ini, penguasa tertinggi di China disebut hanya dengan gelar raja. Meskipun disebut sebagai Putra Langit, keluarga Ji yang mendirikan dinasti Zhou (hanya bergelar sebagai raja, tidak lebih. Para penguasa negara bagian yang pada awalnya memakai gelar Adipati ebagai gelar tertinggi untuk penguasa negara bagian; setelah ibukota Haojing dari Zhou Barat diserbu dan raja You dibunuh, kekuasaan dinasti Zhou mulai melemah sehingga para penguasa negara bagian memanfaatkannya untuk memperkuat diri sendiri, dan pada akhirnya menyebut diri mereka sebagai raja, setara dengan Putra Langit.

Ying Zheng merasa bahwa pencapaiannya saat ini melebihi para raja zaman dahulu. Ia memperoleh gelar penguasa tertinggi bukannya tanpa susah payah; ia sudah mengorbankan ratusan ribu nyawa, berjuta-juta uang emas, dan segenap tenaga dan pikiran untuk meraihnya. 

Kekuasaan Ying Zheng berhasil menaklukan Cina dengan mengalahkan Han, Zhao, Wei, Yan, Chu dan Qi. Keenamnya memiliki kekuasaan besar dan semuanya harus dikalahkan secara mutlak agar Ying Zheng bisa menyatukan China.

Keberhasilan masa pemerintahan Ying Zheng berbeda dengan lainnya. Pertama, ia mengerahkan pasukan dari negerinya sendiri, tanpa meminjam pasukan dari bangsawan lainnya. Sehingga, kemenangan yang diraih oleh pasukannya secara yakin dan tidak meragukan adalah kemenangannya sendiri. Kedua, ia mempekerjakan orangorang profesional sebagai penasehat militer, jenderal, maupun pejabat sipil. Artinya, ia tidak berhutang budi kepada mereka karena masing-masing mendapatkan gaji dan imbalan yang sesuai dengan pekerjaan mereka, dan tidak perlu sampai memberikan sebuah negara sebagai hadiah atas bantuan mereka. Wang Jian yang berjasa menaklukkan Chu sekali pun hanya mendapatkan tanah garapan, bukan wilayah dependen. Ia bukan penguasa daerah karena harus membayar pajak dan tunduk pada peraturan negara. Ketiga, ia menggunakan dana dari kas negeri Qin, bukan sumbangan dari bangsawanbangsawan Qin, sehingga ia tidak berkewajiban membagi hasil “keuntungan” yang ia peroleh dari ekspansinya. Keempat, ia menyatukan wilayah yang sangat luas, lima kali luas wilayah kerajaan Zhou saat pertama kali berdiri.

Akhirnya pada perjamuan untuk merayakan keberhasilan penyatuan China, Ying Zheng mengundang para menteri, penasehat, dan jenderal berjasa yang sudah membantunya mewujudkan ambisinya untuk menguasai China. Di sana, ia juga akan dinobatkan sebagai raja atas seluruh China, dan mengambil gelar resmi untuk dirinya sendiri.  ia tidak cukup dengan gelar raja, akhirnya iya menyebur dirinya sebagai kaisar.

Ying Zheng kemudian melarang penyebutan nama asli kaisar dalam gelarnya, memulai tradisi yang panjang mengenai “tabu nama”, di mana nama kecil seorang penguasa tidak boleh disebutkan. Sehingga, ia tidak akan lagi disebut “raja Zheng dari Qin” namun “Kaisar Qin Pertama”. Kaisar kedua akan disebut “Kaisar Qin II”. kaisar ketiga disebut “Kaisar Qin III”, dst. Ia memberikan gelar anumerta kepada mendiang ayahnya, raja Zhuang dari Qin dengan gelar “Taishanghuang”. Kedepannya gelar ini dipakai untuk menyebut ayah seorang kaisar, selama sang ayah masih hidup.

Setelah seorang raja meninggal dunia, keturunannnya akan memberikan gelar kepadanya sesuai keberhasilan yang ia peroleh semasa hidupnya. Ying Zheng menganggap hal ini tidak pantas, karena leluhur jauh lebih mulia dibanding penerusnya. Maka ia juga melarang praktek seorang anak-cucu memberikan sebutan gelar untuk leluhurnya. Maka sekarang, Ying Zheng bergelar sebagai Qinshihuangdi, Kaisar Pertama Qin, dan mendirikan dinasti keempat dalam sejarah China, setelah dinasti Xia, Shang dan Zhou.

b. Pemerintahan Terpusat

Wilayah Qin yang luas kemudian dibagi ke dalam 36 jun atau karesidenan, yang kemudian dibagi lagi menjadi “xian” atau kabupaten, “xiang” atau kecamat an, dan kemudian “li” atau kelurahan . Sistem ini terus dipakai oleh dinasti-dinasti selanjutnya, dengan beberapa modifikasi.

c. Penyeragaman Bentuk

Bentuk dari huruf yang primitif berkembang seiring perjalanan waktu dan dipertahankan dalam bentuk “Huruf Logam” (u huruf-huruf yang dituliskan pada alat-alat logam). 

Setelah China dipersatukan kembali, Qinshihuang membagi-bagi wilayah Qin ke dalam berbagai karesidenan. Karena China sudah dipersatukan, maka pemerintahan yang tunggal di bawah kaisar juga harus memiliki sistem yang seragam di segala penjuru negeri. Tahun 221 SM, Qinshihuang memerintahkan Li Si sebagai i kepala proyek penyeragaman tulisan ini. Li Si kemudian memilih varian yang paling umum dipergunakan, lalu membuang varian lain yang terlalu rumit, tidak menjelaskan ide dari kata yang diwakilinya, atau jarang dipakai. Hasilnya adalah huruf Xiaozhuan yaitu satu set penulisan huruf China yang menjadi dasar huruf China tradisional yang dipergunakan sampai sekarang. Li Si menyusun huruf-huruf yang ia kembangkan itu dalam sebuah kumpulan tulisan bernama “Kumpulan Cang Jie”.

Li Si lebih jauh lagi melakukan evolusi dengan membentuk sistem turunan yang menyederhanakan bentuk semi-kursif dari huruf Xiaozhuan ke dalam bentuk goresan, dan menciptakan sistem penulisan baru yang disebut “Huruf Pegawai” Huruf Lishu yang lebih sederhana dan mudah dipelajari ini kemudian menjadi acuan standar korespondensi pemerintahan pada zaman dinasti Han, dan berkembang pesat pada zaman itu sampai kepada awal zaman Tiga Negara ketika seorang sastrawan asal Wei menciptakan tulisan standar “Huruf Reguler” sebagai turunannya, yang kemudian menjadi huruf China yang dipakai saat ini. Bentuk varian lain “Huruf Berlari” dan

“Huruf Rumput” adalah turunan dari huruf lishu.

Dalam perkembangannya, meskipun jarang lagi dipergunakan, huruf xiaozhuan bentukan Li Si masih sering dipergunakan dalam seni kaligrai , utamanya adalah untuk membuat stempel resmi kekaisaran atau segel nama. 

d. Peristiwa Pembakaran Buku dan Mengubur Sarjana

Perseteruan aliran Legalisme dan Konfusianisme. Perintah kaisar mengenai pemusnahan bukubuku Konfusianisme ini langsung disebarluaskan ke penjuru negeri, dan batas waktu 30 hari untuk penyerahan buku dan pemusnahannya pun dimulai. Sejak saat itu, perburuan buku-buku terlarang dimulai. Orangorang yang ketahuan memiliki buku yang masuk daftar langsung ditangkap dan dihukum. Hukuman biasanya berupa dibuang ke utara untuk menjalani kerja paksa pembangunan Tembok Besar. 

Para sarjana itu dikumpulkan dalam sebuah lubang, dan Qinshihuang memaksa mereka semua untuk duduk berlutut, sementara para prajurit satu-persatu menimbun lubang itu dengan tanah galian. Perlahan-lahan suara teriakan dan raungan mereka meredup, dan akhirnya hilang sama sekali di balik timbunan tanah yang padat. Qinshihuang memaksa Fusu untuk melihat semuanya itu. Pangeran itu menahan ngeri yang dalam dan memendam air mata kesedihannya, me lihat banyak sahabatnya yang mati hari itu.

Upaya pembakaran buku bukan hanya monopoli zaman Qin, atau China saja. Banyak penguasa otoriter di seluruh dunia yang membakar buku dan menekan kaum intelektual. Mereka beranggapan bahwa ide-ide “liar” dari para kaum intelektual akan membahayakan kelanggengan kekuasaan mereka, dan berisiko menimbulkan kekacauan dan kerusuhan sosial.

e. Tembok Besar

Badan Antariksa Eropa mengklaimnya dapat terlihat dari luar angkasa. China mengklaimnya memiliki panjang 10 ribu kilo meter. Dunia mengklaimnya sebagai salah satu Keajaiban Dunia. Sebenarnya, membangun tembok panjang sebagai sarana pertahanan bukan monopoli bangsa China saja. 

Sebagai catatan, panjang tembok China dari ujung paling barat sampai ke ujung timur (yang direnovasi pada zaman dinasti Ming) adalah 8 ribu kilometer dengan panjang total bangunan i sik dinding 21 ribu kilometer, tinggi ratarata 6-7 meter, lebar 5 meter, dan menjulang tinggi melewati punggung perbukitan China utara. Berangkat dari ujung paling barat di Jiayuguan di provinsi Gansu di China bagian barat, tembok ini melengkung, meliuk-liuk seperti naga merayap di perbukitan dan lembah, berkelok-kelok, menaiki bukit dan turun ke lembah, melewati 15 provinsi sampai akhirnya berujung di timur, di “Gerbang Nomor Satu di Dunia”, Shanhaiguan. Di ujung timur inilah, Tembok Besar berakhir di samudera Pasii k, tepatnya laut Bohai. 

Tembok ini tidak hanya berfungsi sebagai pertahanan i sik melawan serbuan dari utara saja. Adanya pos-pos penjagaan di sepanjang tembok membuat tembok ini berfungsi juga sebagai sarana pengiriman informasi. Informasi dari satu pos dapat dikirimkan dengan cepat ke pos lain menggunakan sinyal api, ataupun kurir berkuda. Selain itu, karena dibangun dekat dengan Jalur Sutera, tembok ini memungkinkan pengawasan terhadap arus barang dan pemungutan pajak terhadap barang-barang yang diperdagangkan.

Pada awalnya, Tembok Besar bukanlah suatu struktur yang saling menyambung. Sejarahnya sudah ada bahkan sebelum Qinshihuang menyatukan China. Pada zaman negara berperang, masing-masing negara bagian membangun tembok yang tinggi, yang membatasi wilayah negerinya dengan negara tetangga.

Pada masa periode Negara Berperang, masing-masing penguasa negara bagian membangun tembok-tembok pertahanan untuk menangkal serbuan musuh. Setelah Qinshihuang menyatukan China, ia merasa bahwa tembok pemisah masing-masing wilayah kekuasaannya tidak ada gunanya. Ia memerintahkan agar tembok yang membatasi wilayah bekas negara bagian dihancurkan, dan hanya menyisakan tembok yang membatasi wilayah utara saja, yang mempertahankan wilayah Qin dari sebuan suku liar dari utara. Qinshihuang kemudian memerintahkan agar tembok pembatas sebelah utara dari Qin, Zhao dan Yan digabung saja menjadi satu, yang kemudian menjadi cikal-bakal Tembok Besar yang ada sekarang ini. 

Qinshihuang mengambil tenaga kerja dari berbagai kalangan untuk memperbaiki Tembok Besar ini. Prajurit, rakyat jelata, petani, semuanya dikerahkan. Namun sebagian besar tenaga kerja diambil dari orang-orang buangan dan hukuman, yang melanggar hukum negeri Qin yang terkenal keras itu. Seperti orang-orang hukuman yang diperintahkan membangun Mausoleum Qin, orang terhukum yang di bawa ke utara untuk membangun Tembok Besar juga dirantai sepanjang jalan, dan diperintahkan untuk tiba di lokasi pembangunan pada waktu yang ditentukan. Jika mereka terlambat tiba, atau tidak lengkap jumlahnya, semuanya akan dihukum dengan berat, termasuk juga petugas pengawas yang ditugaskan mengawasi orangorang hukuman itu.

2.3 Latar Belakang Kelahiran Dinasti Qin

Pada masa raja Nan, negeri Zhou yang sudah kecil ini dibagi lagi menjadi dua, yaitu Zhou Barat dan Zhou Timur. Ibukota Zhou terletak di wilayah Zhou Barat yang berada di bawah kekuasaan Adipati Wu dari Zhou Barat. Kekuasaannya yang kecil membuat raja Nan harus pandai-pandai memutar otak. Sepanjang 59 tahun pemerintahannya (314 – 256 SM), ia berulang kali meng ubah posisi aliansinya. Ketika raja Zhao dari Qin berhasil merebut kota Yangcheng  dari Han pada tahun 256

SM, raja Nan yang ketakutan mengubah posisinya menjadi mendukung Aliansi AntiQin dan memutus hubungan antara Yangcheng dengan negeri Qin. Raja Qin yang mengetahui  hal ini menjadi geram dan memerintahkan agar pasukan Qin menyerang Zhou Barat tempat bercokolnya raja Nan. Mendengar bahwa ibukotanya akan diserang, raja Nan menjadi ketakutan dan buru-buru menuju kota Xianyang untuk memohon ampun dari Qin. Ia berjanji akan menyerahkan 36 kota beserta 30 ribu penduduknya kepada Qin sebagai permohonan maaf. Raja Zhao menerima permohonan itu dan melepaskan raja Nan kembali ke Zhou.

Posisinya yang lemah dan plin-plan ini anehnya membuatnya bisa bertahan di kursi tahtanya. Namun tidak berarti bahwa negeri Zhou bisa mempertahankan nasibnya. Setelah kematiannya, rakyat negeri Zhou banyak yang pindah dari negeri itu dan pergi ke timur, meninggalkan ibukota Luoyang menjadi kota mati yang terabaikan. Akibatnya, dengan mudah negeri Qin memasuki kota itu dan menangkap adipati Zhou Barat, kemudian mengangkut serta semua barang berharga yang ada termasuk Sembilan Ding yang terkenal itu. Sementara itu, adipati Zhou Timur mengangkat dirinya menjadi raja Hui dari Zhou, meskipun keduduk annya tidak diakui oleh para penguasa negara bagian.

Dengan kematian raja Nan dari Zhou dan dipindahkannya Sembilan Ding ke Qin, dinasti Zhou dinyatakan berakhir dan penanggalan kemudian beralih kepada penanggalan kerajaan Qin. Meskipun demikian, Periode Negara Berperang  belum berakhir sampai pada penyatuan China oleh raja Zheng dari Qin atau Qinshihuang.

Tujuh tahun setelah meninggalnya raja Nan dan diangkutnya Sembilan Ding ke

Qin , pada tahun ke-2 pemerintahan raja Zhuang dari Qin (249 SM), raja Hui dari Zhou memanfaatkan hubungannya dengan negeri Chu dan bersekutu dengan negaranegara bagian lain untuk menyerang Qin. Perdana menteri Lü Buwei dari Qin kemudian menangkapnya dan memerintahkan agar ia dihukum mati. Negeri Zhou kemudian hilang dari sejarah. Meskipun Sembilan Ding dipindahkan ke Qin, pada saat Qin shihuang memerintah, benda-benda keramat dan bersejarah itu sudah tidak ada lagi. Qinshihuang dan kaisar-kaisar setelahnya percaya bahwa Sembilan Ding itu tenggelam di sungai Si

2.4 Kondisi Sosial, Politik, dan Ekonomi Dinasti Qin

Dalam waktu tiga puluh tahun setelah Dinasti Chou berakhir, negara Vassal Chi‟in dibawah pimpinan Che‟eng telah berhasil menaklukkan enam negara vassal yang lain, dan selanjutnya berhasail mendirikan Dinasti Chi‟in. setelah menjadi penguasa, Ch‟eng menggunakan gelar Shih Huang Ti (Ch‟in Shih Huang Ti).

Memang Raja Ch‟eng menganggap dirinya lebih kuat dari Tiga Raja dan Lima Kaisar (San Huang Ti = Tiga Huang dan Lima Ti), untuk menunjukkan kebijaksanaannya dan kepandaiannya ia menggunakan gelar Huang Ti, di mana dalam gelar ini terhimpun gelar Tiga Raja dan Lima Kaisar tersebut. Sebutan Huang Ti pada umumnya sama dengan Kaisar. Oleh karena itu dinasti ini penting dalam sejarah Cina, karena dinasti ini berhasil mencetuskan sistem pemerintahan kekaisaran yang dapat berlangsung samapi dengan abad ke XX. Di bawah pemerintahan Shih Huang Ti, seluruh Cina berhasil dipersatukan (Leo Agung, 2012: 23).

Qin (Ch: ) adalah wilayah yang sekarang masuk ke dalam provinsi Shaanxi

(Ch: 棤導), Gansu (Ch: 䞧匒), dan Sichuan (Ch: ). Tanahnya didominasi oleh sabana dan stepa yang luas, dikelilingi oleh bukit-bukit terjal yang men adi tembok pertahanan alami dari serbuan negeri lain. Sungai Wei yang mengairi Guanzhong menjadi urat nadi kehidupannya; keempat gerbang sempit yang menjaga Guanzhong menjadi tempat pertahanannya; gerbang Hangu di timur menjadi gerbang depannya, yang selalu setia mengamankan jalan maju dan mundur negeri Qin untuk menguasai China. Namun Qin sendiri tidak dilahirkan di Guanzhong. Negeri besar yang menorehkan tinta emas pada sejarah China sebagai negeri pertama yang menyatukan China ini lahir dari asalusul yang hina di padang rumput yang terletak lebih ke barat, yaitu daerah yang sekarang dikenal sebagai Tianshui (Ch: ⮸ ) di provinsi Gansu.

Nama “Qin” itu sendiri adalah nama kuno untuk daerah Tianshui; namun di China modern, sebutan “Qin” merujuk pada provinsi Shaanxi itu sendiri (Wicaksono, 2013:4). 

Qin Shi Huang menetapkan Kota Xian‟yang sebagai ibu kota Dinasti Qin serta memberlakukan nilai mata uang, huruf tulisan, bahasa, serta satuan alat timbang yang sama. Ia juga memerintahkan pengerjaan proyek raksasa, yakni penyatuan tembok pertahanan dari berbagai negara bagian lainnyayang kemudian dikenal sebagai Tembok Raksasa (Great Wall of China)guna menghadang serangan dari suku minoritas yang ada di bagian utara. 

Qin Shi Huang juga melakukan pembangunan serangkaian gedung yang begitu megah, terutama dibangunnya sebuah istana raksasa yang diberi nama E‟Pang yang menjadi simbolis dari Kekaisaran Dinasti Qin. Semua proyek „raksasa‟ ini tentu saja telah banyak menghasbiskan kas negara serta membuat hidup rakyat semakin menderita (Hali, 2012).

Seumur hidupnya Shih Huang Ti memperlihatkan tenaga kerja yang jarang terdapat dalam keluarga raja-raja. Ia dilukiskan sebagai berikut:

“Raja negara Chi‟in adalah seorang yang berhidung besar, bermata besar dan mempunyai dada seperti dada seekor burung elang, suaranya seperti seekor anjing hutan, ia sedikit sekali menaruh rasa kasihan dan ia berani seperti seekor harimau atau seekor serigala.” (Leo Agung, 2012: 23)

Shih Huang Ti memegang kendali pemerintahan sejak berumur 13 tahun. Dan salah satu keberhasilan Shih Huang Ti, adalah bahwa ia dapat mempersatukan seluruh Cina. Faktor-faktor yang membantu dalam keberhasilan Shih Huang Ti dalam memperstukan Cina antara lain: Pertama, karena wilayah Dinasti Chi‟in terletak di antara Shensi dan Kansu, letak yang sangat strategis yakni mudah mengadakan serangan dan sulit untuk diserang; kedua, karena ia mempunyai banyak ahli tata negara yang pandai, seperti Hertog Mu, Hertog Hsiao, Shang Yang, Lu Pu Wei, Han Fei Tze, dan Li Ssu (Leo Agung, 2012). 

Pada masa ini, di Dinasti Chi‟in banyak orang-orang pandai di bidang pemerintahan. Berdirinya Dinasti Chi‟in membuka lembaran baru dalam sejarah Cina. Dinasti Chi‟in dibangun di atas konsepsi ajaran golongan legalitas di bawah pimpinan Perdana Menteri Shang Yang, sehingga Kerajaan Chi‟in menjadi kuat. Pada 214 SM Dinasti Chi‟im telah berhasil mengadakan ekspansi ke Cheakiang, Fukien, dan Kwangtung sempai di Sungai Merah di Indocina. 215 SM ekspansi dilanjutkan ke daerah-daerah Hunan, Szechuan, Kweizhow bahkan sampai ke Korea (Leo Agung, 2012: 24).

Penasehat utama Kaisar Shih Huang Ti ialah Li Ssu, murid Shun Tze. Yang diingat oleh Li Ssu dari ajaran-ajaran gurunya hanya bagian yang menyatakan bahwa sifat manusia pada dasarnya buruk dan ia berharap memperbaiki itu bukan dengan memberikan pelajaran melainkan dengan menggunakan hukuman-hukuman yang berat.

Kondisi Politik

1.      Untuk menahan serangan dari luar atau serangan dari bangsa Barbar (bangsa Hsiung Nu), maka Shih Huang Ti membangun tembok besar yang terkenal dengan nama “The Great Wall” (Tembok Raksasa) atau Wan Li Chang Cheng. Panjang temnok kurang lebih 10.000 li (kurang lebih 6.450 km) tembok ini dibangun memanjang dari barat daya yakni dari wilayah Kansu, melintasi Sungai Huang Ho dan masuk wilayah Mongolia Dalam, terus menembus kea rah selatan ke Shensi dan Hopei dan membelok kearah timur sampai ke Teluk Liaotung di Lautan Pasifik;

2.      Menghapuskan feodalisme dan membentuk pemerintahan yang bersifat sentralisasi. Seluruh Cina dibagi menjadi daerah-daerah provinsi, yang masing-masing dikuasai oleh seorang Gubernur

Penguasa Qin ini menamakan dirinya dengan panggilan Qin Shi Huang. Setelah itu semua penerusnya akan dipanggil sesuai dengan nomor urut mulai dari Qin Er Shi, Qin San Shi, dan seterusnya. Li Si yang telah menjabat sebagai perdana menteri menyarankan kepada Qin Shi Huang supaya dinasti yang baru ini menjalankan sistem pemerintahan terpusat yang lebih sentralisasi dan hendaknya jangan lagi feudal seperti yang dulu dijalankan oleh Dinasti Zhou. Selain itu, semua wilayah dari negara bagian lainnya akan disatukan dan kemudian dibagikan menjadi beberapa provinsi. Setiap provinsi akan ditunjuk seorang pejabat yang langsung bertanggung jawab kepada Kaisar. Di samping itu ia juga menyarankan agar Kaisar membangun jalan raya untuk menggabungkan semua wilayah negara bagian lainnya (Halim, 2012).

Qin Shi Huang juga melakukan pembangunan serangkaian gedung yang begitu megah, terutama dibangunnya sebuah istana raksasa yang diberi nama E‟Pang yang menjadi simbolis dari Kekaisaran Dinasti Qin. Semua proyek „raksasa‟ ini tentu saja telah banyak menghabiskan kas negara serta membuat hidup rakyat semakin menderita.

Sistem administrasi terbukti efektif untuk Negara Qin diterapkan sebagai fondasi sistem pemerintahan untuk Kekaisaran Qin. Kekaisaran Qin dibagi menjadi tiga puluh enam chun atau komandan. Setiap chun secara bersama-sama diatur oleh chun-shou (administrator), yang bertanggung jawab atas urusan sipil, dan oleh chunwei (gubernur militer), yang bertanggung jawab atas urusan keamanan. Selain itu, setiap chun memiliki chun-yu-shih (pengawas), yang menengahi perselisihan dan melaporkan keadaan daerah kepada Kaisar (Mayhew, 2012). 

Setiap pejabat senior dirotasi setiap beberapa tahun untuk mencegah mereka membangun basis kekuatan mereka yang nantinya akan menimbulkan pemberontakan. Qin Shi Huang melakukan perjalanan secara ekstensif dan memeriksa setiap chun setiap setengah tahun secara pribadi serta menegcek apakah kebijakan yang ia terapkan sudah maksimal atau belum. Setiap komando dibagi menjadi hsien atau wilayah administrasi (prefektur). Prefek resmi disebut ling atau chang dan masing-masing memiliki kurang dari sepuluh ribu rumah tangga. Di bawah prefek adalah distrik (hsiang), terdiri dari kelompok dusun (li). Di tingkat administrasi terendah, pemerintah bergantung atas kerja sama para pemimpin semiresmi yang memahami kondisi lokal dengan baik (Mayhew, 2012).

3.      Mengadakan pembakaran terhadap buku-buku kuno karya Kung Fu Tze kecuali buku-buku tentang pertanian, pengobatan, dan ramalan;

Buku mencerminkan ide-ide penulis yang ingin mengutarakan pendapatnya agar diketahui oleh dunia. Buku juga menjadi warisan pengetahuan yang sangat berharga dari satu generasi ke generasi berikutnya. Tanpa adanya buku, sebuah generasi akan kehilangan panduan dalam melangkah, dan tidak terhindar dari kesalahan-kesalahan yang dulu pernah dilakukan oleh para generasi pendahulu. Buku merupakan warisan kemanusiaan. Kemajuan peradaban umat manusia diukur dari kekayaan literatur yang ada, yang menjadi kebanggaan peradaban itu. Memusnahkan buku secara total berarti memusnahkan warisan kemanusiaan yang penting, yang merugikan bagi generasi mendatang. Berbagai aliran pemikiran yang sempat berkembang di China akhirnya musnah di tangan Qinshihuang akibat pembakaran buku yang ia lakukan. Hanya tersisa buku yang mengajarkan ilmu pengetahuan (Nongjia), ilmu perang (Bingfa), ilmu kedokteran, serta ilmu kehutanan justru dikembangkan (Wicaksono, 2013: 277). 

Demi menjaga stabilitas sistem pemerintahan yang baru saja dijalankan maka atas saran dari Perdana Menteri Li Si semua buku aliran filsafat harus dibakar, terutama ajaran Konfusianisme. Kecuali itu, buku-buku yang mengajarkan ilmu pertanian, ilmu perang, ilmu kedokteran, serta ilmu kehutanan justru dikembangkan. Qin Shi Huang juga memerintahkan mengubur secara hidup-hidup 460 orang yang masih tetap mempelajari ajaran Konfusianisme. 

4.      Legalisme

Shang Yang dan berbagai sarjana yang mengusung aliran Legalisme hidup di tengah-tengah masa di mana berbagai aliran pemikiran lahir dan berkembang di China, yang di sebut sebagai masa Seratus Aliran Filsafat (Ch: ⮸). Berbagai filsuf ternama bermunculan di berbagai penjuru China, dan masing-masing menarik banyak pengikut dalam ajaran fillsafat mereka. Tidak banyak yang menonjol dari ratusan aliran itu, namun beberapa yang signii kan mampu bertahan sampai saat ini. Daoisme dan Legalisme Daoisme yang kemudian berkembang menjadi agama Dao, menekankan pada pentingnya mengikuti alam dan menjaga keseimbangan dunia.”Orang Suci” yang menjadi model aliran Dao, mengikuti perilaku alam dan tidak melawan (Wicaksono, 2013: 49). 

Dengan “tanpa melawan lantas memerintah dunia” (Ch: ), rakyat akan hidup damai dan tentram. Perang dan persenjataan tidak perlu di butuhkan, karena hanya akan merusak keharmonisan langit dan bumi. Laozi dalam “Kitab Dao dan Kebijaksanaan” (Ch: ) menulis, “Peperangan yang dibanggakan orang, adalah alat yang tidak membawa keberuntungan. Barang yang mem bawa malapetaka semacam ini, sudah barang tentu tidak diinginkan oleh orang yang menjiwai Dao.”. Berlawanan dengan prinsip Dao yang pasifis dan inaktif, Legalisme secara aktif mendorong penguasa untuk memaksa rakyatnya sampai batas-batas toleransi mereka disertai iming-iming berupa kedudukan dan imbalan yang besar, sehingga rakyat tidak punya pilihan lain selain mengikuti keinginan penguasa. Selain itu, pemerintah harus secara aktif menegakkan hukum dan memaksa rakyat untuk mematuhinya.

Pertanian dan perang adalah dua sisi pisau yang sama tajam nya, yang menjadi senjata utama sebuah negara. Meskipun selama masa pemerintahan Qinshihuang terjadi pembantaian terhadap berbagai aliran, aliran Dao tetap dapat hidup tenang karena sifat mereka yang cenderung pasifis dan reklusif. Orang-orangnya menarik diri dari kehidupan politik, sehingga tidak dianggap sebagai kelompok yang berbahaya (Wicaksono, 2013: 49)..

Konfusianisme vs Legalisme 

Dari semua aliran yang ada dan berkembang di masa itu, Konfusianisme adalah aliran yang paling sering berbenturan dengan Legalisme. Sebagai pe egang teguh tradisi leluhur dan ikatan keluarga, Konfusianisme mencemooh orang-orang Legalis sebagai “perusak tradisi dan orang orang tidak berbakti”. Berbagai aturan dalam Legalisme seperti redistribusi keluarga besar dan reformasi hukum merupakan penghancuran sendi-sendi tradisi yang diwariskan turun temurun semenjak raja-raja suci pada zaman dinasti Xia dan Shang, serta masa-masa awal dinasti Zhou. Bagi pengikut Konfusianisme, yang terpenting bagi pemerintahan adalah memelihara kepercayaan rakyat. Rakyat boleh saja lapar, dan sebuah negara boleh saja tidak memiliki pasukan yang kuat, namun tanpa kepercayaan rakyat maka negara itu akan segera hancur. Selain itu, hubungan keluarga adalah dasar dari tradisi nenek moyang; seorang anak harus berbakti kepada orang tua, dan pejabat kepada rajanya.”Selama ayah dan ibu masih hidup, tidak boleh bepergian jauh; jika bepergian jauh harus mempunyai tujuan yang jelas.”. Dengan akhlak yang mulia yang bisa dijadikan teladan, para penguasa akan mendapatkan kepercayaan rakyatnya, dan negara akan menjadi makmur dan kuat (Wicaksono, 2013: 50)..

Berbeda dengan pengikuti Konfusianisme, para Legalis berpendapat bahwa negara adalah yang terutama. Membuat negara kuat dan makmur adalah kewajiban setiap rakyat dan penguasa. Adanya struktur keluarga hanyalah penopang bagi kehidupan negara, dan keluarga yang terlalu besar jumlah anggotanya hanya akan menambah beban negara jika mereka hanya hidup berkumpul di tempat yang sama.

Apabila keluarga dipencar ke lahan perawan yang potensial untuk di garap, mereka baru akan berguna bagi negara karena memper luas lahan pertanian untuk memberi makan negara. Selain itu, apabila negara makmur dan militernya kuat, secara otomatis rakyatnya akan menaruh kepercayaan kepada pemerintah; bila negara lemah dan mudah diserang musuh; rakyat dengan sendirinya akan kehilangan kepercayaan (Wicaksono, 2013: 50-51)..

Struktur pemerintahan yang dibuat dan digunakan Shi Huangdi menjadi dasar bagi dinasti kekaisaran di kemudian hari. Dia membagi kekaisarannya menjadi 36 provinsi, yang disebut "komandan", yang selanjutnya dibagi menjadi sejumlah besar kabupaten. Masing-masing dikendalikan oleh seorang gubernur sipil, seorang komandan militer, dan seorang inspektur. Seorang hakim kepala, yang bertanggung jawab atas hakim bawahan di setiap kota, kota, dan desa penting, mengelola setiap kabupaten. Perdana Menteri secara khusus menjalankan kekuasaan yang besar.

 

Gambar 1.Pemerintahan Dinast Qini  1

Keadaan Sosial

1. Mengadakan penyeragaman tulisan-tulisan di seluruh Cina;

China adalah sebuah negara dengan sejarah literatur yang panjang. Ditemukannya sistem penulisan bahkan semenjak abad ke-20 SM membuat China menjadi salah satu negara dengan sejarah korespondensi yang terus berkembang.

Seperti yang diceritakan sebelumnya, gambar-gambar piktografik sederhana berkembang menjadi logogram yang mewakili ide-ide dari sebuah kata atau gagasan. Akibatnya kegiatan pencatatan dan surat-menyerat sudah dikenal sejak lama. Pada zaman dahulu, korespondensi sederhana dilakukan dengan menuliskan huruf-huruf dengan kuas bulu dan tinta hitam pada bilah-bilah bambu yang dipotong dan dijalin dengan tali sehingga membentuk sebuah gulungan (Wicaksono, 2013: 257). 

Cara lain yang lebih eksklusif adalah dengan menggunakan lembaran sutera yang ditulisi, kemudian digulung menjadi gulungan, sehingga istilah “Sutera” juga dipakai untuk menyebut tulisan-tulisan kuno, yang pada akhirnya diistimewakan hanya untuk kitab-kitab suci agama Buddha. Cara lain yang lebih tahan lama adalah dengan mengukir lempengan batu yang diasah menjadi tugu peringat an yang akan bertahan sebagai prasasti dalam sejarah (Wicaksono, 2013: 257). 

Tradisi yang ada adalah, dengan menggunakan sebuah ukiran dari batu, tanah liat, kayu, gading, maupun material lain yang cukup keras, yang sisi bawahnya diukir dengan nama seseorang atau nama perusahaan yang ia miliki. Cap menjadi

“tandatangan” yang sah yang dipakai selama berabad-abad di China untuk menandai keabsahan sebuah dokumen atau surat penting. Uang kertas pada zaman kekaisaran China pun juga distempel oleh petugas pemerintah, menjamin legalitas penggunaan uang kertas itu (Wicaksono, 2013: 258).

Setelah China dipersatukan kembali, Qinshihuang membagi-bagi wilayah Qin ke dalam berbagai karesidenan. Pejabat yang diangkat bisa jadi adalah bekas pejabat negeri yang lama atau orang Qin yang diutus ke tempat baru. Ketika perintah raja dibawa ke daerah atau laporan dari daerah dibawa ke pusat, masing-masing pihak penerima tidak memahami tulisan yang dipergunakan dalam surat tersebut. Akibatnya, terjadi banyak kesalahpahaman dalam menerjemahkan isi surat dan akibatnya proses pemerintahan menjadi terganggu karenanya. Karena China sudah dipersatukan, maka pemerintahan yang tunggal di bawah kaisar juga harus memiliki sistem yang seragam di segala penjuru negeri; tidak hanya dalam hal ukuran berat timbangan dan panjang meteran saja, namun lebih penting lagi adalah dalam hal tulisan. Standar penulisan yang ditetapkan oleh pemerintah akan mempermudah proses korespondensi antara pusat dengan daerah, sehingga dapat menghindari kesalahpahaman atau misinterpretasi (Wicaksono, 2013: 253).

Tahun 221 SM, Qinshihuang memerintahkan Li Si sebagai kepala proyek penyeragaman tulisan ini. Acuan yang dipakai Li Si untuk menjalankan tugasnya adalah huruf Dazhuan yang saat itu dipakai luas di China. Di Qin sendiri sebenarnya keadaannya tidak jauh berbeda, sebuah kata bisa memiliki berbagai huruf untuk penulisannya. Dalam kata pengantar Shuowen Jiezi diceritakan bahwa Li Si kemudian memilih varian yang paling umum dipergunakan, lalu membuang varian lain yang terlalu rumit, tidak menjelaskan ide dari kata yang diwakilinya, atau jarang dipakai. Hasilnya adalah huruf Xiaozhuan (Ch: ), yaitu satu set penulisan huruf

China yang menjadi dasar huruf China tradisional yang dipergunakan sampai sekarang (Wicaksono, 2013: 253).

Li Si menyusun huruf-huruf yang ia kembangkan itu dalam sebuah kumpulan tulisan bernama “Kumpulan Cang Jie” yang ditulis dalam bentuk sajak empat- empat. Buku ini kemudian dijadikan buku acuan pembelajaran huruf China. Tidak hanya berhenti di sini, selanjutnya Li Si lebih jauh lagi melakukan evolusi dengan membentuk sistem turunan yang menyederhanakan bentuk semi-kursif dari huruf Xiaozhuan ke dalam bentuk goresan, dan menciptakan sistem penulisan baru yang disebut “Huruf Pegawai” Huruf Lishu yang lebih sederhana dan mudah dipelajari ini kemudian menjadi acuan standar korespondensi pemerintahan pada zaman dinasti Han, dan berkembang pesat pada zaman itu sampai kepada awal zaman Tiga Negara ketika seorang sastrawan asal Wei menciptakan tulisan standar “Huruf Reguler” sebagai turunannya, yang kemudian menjadi huruf China yang dipakai saat ini.

Bentuk varian lain “Huruf Berlari” dan “Huruf Rumput” turunan dari huruf lishu.

Penyeragaman tulisan pada masa Qinshihuang adalah salah satu warisan paling berharga dari dinasti Qin selain konsep pemerintahan terpusat dan penyatuan

China. Pada masa-masa setelahnya, pergantian dinasti mungkin akan diwarnai dengan China yang terpecah dan pemerintahan yang terbagi-bagi, namun tulisan yang diwariskan oleh Qinshihuang tidak pernah berhenti menyertai perjalanan sejarah China sampai saat ini. Bahkan, huruf China membantu menyebarkan ide-ide dan ilmu pengetahuan dari China ke seluruh penjuru dunia.

 

Kebijakan Ekonomi

1. Mengadakan penyeragaman ukuran-ukuran, timbangan-timbangan, perkakas pertanian, ukuran roda, dan sebagainya;

Ukuran berat timbangan, misalnya. Patokan berat berbeda untuk masingmasing negara: 1 kati di Qin belum tentu sama dengan 1 kati timbangan di Zhao. Ukuran panjang, lebar jalan, kereta kuda, semuanya berbeda. Hal ini menimbulkan kekacauan di kalangan masyarakat, terutama mereka yang hendak berjual-beli. Selain itu, mata uang yang dipakai berbeda-beda di seluruh China. Uang logam negeri Qi, misalnya, berbentuk seperti bilah pedang dengan ujung pangkalnya membulat dan berlubang persegi empat. Uang dari negeri Chu, berbentuk persegi panjang. Nilai tukarnya pun berbeda-beda. Mereka yang menjual barang di satu wilayah tidak mau dibayar dengan uang wilayah lain (Wicaksono, 2013: 246).

Hal ini dipahami dengan pasti oleh Qinshihuang. Setelah berhasil menguasai seluruh wilayah China, ia harus menyeragam kan semua hal dan peraturan agar masyarakat menjadi tenang. Berat timbangan, ukuran panjang, lebar kereta, diameter roda, lebar jalan, ukuran sumur, semuanya diseragam kan dengan aturan 6. Mata uang yang dipakai sebagai mata uang resmi adalah koin logam berbentuk lingkaran dengan lubang persegi di tengahnya. Mata uang ini akan terus dipakai sebagai mata uang China sampai kejatuhan dinasti Qing pada tahun 1911 (Wicaksono, 2013: 246).

Qinshihuang sangat mempercayai pengaruh kekuatan alam di balik jatuhbangunnya suatu negara. Dari para ahli nujum, ia menyimpulkan bahwa dinasti Qin yang berunsur air dapat menguasai China karena mengalahkan dinasti Zhou yang berunsur api. Oleh karena itu, ia menyesuaikan semua aturan di Qin sesuai dengan unsur air yang dipercaya memiliki “warna unsur” hitam dan terkait dengan angka 6.

Itulah mengapa, kostum kebesaran kaisar berwarna hitam, panji- panji ke kaisaran Qin juga berwarna hitam, termasuk baju zirah pasukan Qin pun juga berwarna hitam.

Semua ukuran distandarisasi dengan angka 6, seperti panjang topi 6 “cun”,30 lebar kereta untuk perang adalah 6 “chi”31 dan ditarik oleh 6 kuda, dan dinding mulut sumur bersegi 6. Karena secara tradisional arah utara juga dikaitkan dengan unsur air, maka Qinshihuang juga menetapkan arah utara sebagai penunjuk utama dari keempat arah mata angina (Wicaksono, 2013: 246).. 

Sima Qian menulis: 

“Qinshihuang mempercayai siklus 5 unsur (air, api, kayu, logam, tanah), dan menganggap bahwa unsur dinasti Zhou adalah api, dan unsur Qin mengalahkan unsur Zhou, sehingga jangan sampai unsur Zhou masih dimunculkan. Saat itu adalah permulaan baru untuk „unsur air‟, maka untuk menyesuaikan diri dengan kehendak langit, penanggalan harus dimulai dari awal. Para pejabat yang hendak menghadap harus menghadap pada tanggal 1 bulan 10. Baju, kostum dan panji-panji harus berwarna hitam, dengan angka 6 sebagai patokan. Topi pejabat sipil dan istana lebarnya 6 „cun‟, lebar kereta adalah 6 „chi‟, 1 „bu‟ sama dengan 6 „chi‟, dan kereta kuda ditarik oleh 6 ekor kuda.” (Kitab Sejarah – Kisah Qinshihuang) (Wicaksono, 2013: 247).

Dengan keseragaman ini, kegiatan jual-beli di masyarakat berjalan dengan baik. Qinshihuang masih membangun jalan jalan baru menghubungkan berbagai bekas wilayah feodal dengan lebar yang seragam, sehingga kereta-kereta kuda yang baru dapat berlalu-lalang dengan lancar. Hal ini mendorong perekonomian negara dan membuat Qin menjadi negeri yang makmur. Adanya keseragaman membuat segalanya menjadi teratur. Orang tidak lagi berdebat mengenai hal-hal sepele, karena sudah ada peraturan yang dapat dijadikan pedoman. Para kaisar China setelah dinasti Qin pun masih memegang teguh prinsip ini, dan mempertahankan warisan penyeragaman Qinshihuang dalam pemerintahan mereka.

2.      Membangun jalan-jalan raya yang menghubungkan Pusat dan daerah-daerah, membangun jembatan, dan saluran air. Yang terkenal sekali ialah yang dinamakan “Jalan Kerajaan”, yang melewatu daerah Sungai Kuning dan

Lembang Sungai Yangtze Kiang. Jalan ini disebut “jalan lurus”;

Qin Shi Huang menginginkan ekonomi yang berkembang dengan perdagangan internal di seluruh kekaisarannya. Dia melarang semua bentuk mata uang kecuali Ban Liang Qian. Ban Liang Qian adalah koin tembaga bundar dengan lubang persegi di tengahnya. Karena jalan dan kanal Qin Shi Huang yang baru dibangun, perdagangan internal menjadi lebih mudah. Jalur Sutra Laut juga didirikan pada masa Dinasti Qin. Itu adalah jalur perdagangan utama pada saat itu. Qin Shi Huang juga membakukan hal-hal lain, seperti satuan berat. Liang adalah satu unit berat, dan Ban Liang Qian memiliki berat setengah Liang

3.      Untuk menjaga supaya tidak terjadi pemberontakan dari bawah atau daerah, maka benteng-benteng di daerah yang tidak digunakan untuk pertahanan dimusnahkan.

2.5 Kemunduran Dinasti Qin

Meskipun Dinasti Qin saat itu dianggap sebagai Dinasti yang berhasil meletakkan dasar kebudayaan dan perubahan bagi Bangsa China serta berhasil mempersatukan China,  namun masa kejayaan dan kekuasaan Dinasti Qin tidaklah bertahan lama. Terdapat beberapa faktor dan alasan yang menyebabkan kemunduran Dinasti Qin, diantaranya adalah sebagai berikut:

A) Penggulingan Dinasti Qin oleh Xiang Yu

Pada tahun 338 SM, Ying Shi naik takhta dan menggantikan Adipati Xiao dengan menggunakan gelar “Raja” dan selanjutnya semua penguasa dari Negara Qin menggunakan gelar Raja sampai dengan tahun 221 SM. Dan ketika Raja Ying Zheng berhasil mempersatukan semua Negara bagian lainnya dalam Negeri China, beliau kemudian mendirikan Dinasti Qin dan selanjutnya menggunakan istilah “Qaisar”.

Namun kejayaan dinasti Qin tidaklah bertahan lama (221 SM – 206 SM) dan kemudian kejayaan Dinasti ini berhasil digulingkan oleh Xiang Yu yang masih merupakan cucu dari Panglima Xiang Yan dari Negara Chu. Setelah berhasil menggulingkan Dinasti Qin, Xiang Yu tidak memproklamasikan untuk adanya sebuah Dinasti baru, melainkan membagikan wilayah Negeri Qin menjadi 18 kerajaan yang kemudian dipercayakan kepada para Raja, panglima serta Adipati yang pada awalnya ikut andil dalam aksi menggulingkan Dinasti Qin. (Halim, 2013).

B) Kondisi Perekonomian yang semakin memburuk

Adipati Xiao kemudian menyadari bahwa keadaan Negara Qin justru semakin terpuruk. Hal ini tidak lain disebabkan karena semakin menipisnya kas Negara, kurangnya perlengkapan perang, kurangnya pendidikan untuk mencerdaskan bangsa, kurang tegaknya hukum (baik dari segi peraturan hukum itu sendiri maupun dari segi penegaknya). Oleh karena itu, Adipati Xiao berkeinginan untuk mengundang para cendekiawan yang berbakat untuk melakukan serangkaian pembaruan. (Halim, 2013).

C) Penguburan 200.000 Prajurit Qin oleh golongan Prajurit Chu.

Selain itu faktor lain yang juga tidak kalah penting terkait dengan kemunduran Dinasti Qin yaitu mengenai adanya penguburan 200.000 prajurit Qin oleh golongan prajurit Chu. Setelah dinyatakan menyerah, Prajurit Qin pun sering ditindas oleh Prajurit Chu. Penguburan 200.000 Prajurit Qin diputuskan langsung oleh Xiang Yu. Untuk menjalankan misinya, Xiang Yu kemudian memberikan perintah kepada Zhang Han supaya 200.000 Prajurit Qin sementara waktu ini dipisahkan dulu dari perkemahan utama dengan pertimbangan untuk menghindari terjadinya pertikaian yang tidak diperlukan antara Prajurit Chu dan Prajurit Qin. Tanpa curiga, maka Zhang Han pun menuruti perintah Xiang Yu. 

Adanya tindakan yang dilakukan oleh Xiang Yu untuk mengubur 200.000 prajurit Qin hidup – hidup membuat dirinya kemudian dikenal sebagai seorang Panglima yang sadis dan lalim, dan menjadi salah satu alasan Liu Bang menggalang aliansi untuk melawannya. (Halim, 2013 : 91).

D) Kepemimpinan Kaisar Qin Shihuang yang Keras

Hal lain yang juga berperan penting mengakibatkan kemunduran Dinasti Qin adalah cara kepemimpinan dari Kaisar Qin Shihuang. Meskipun pada masa pemerintahan nya ini ia telah banyak berjasa dan berkontribusi besar terhadap kemajuan China, namun tidak dapat dipungkiri bahwa Kaisar Qin Shi Huang juga dianggap sebagai seorang tiran yang kejam. Salah satu kekejaman yang dilakukan oleh Kaisar Qin Shi Huang adalah dengan membakar buku – buku karya Ahli filsafat pada zaman sebelumnya. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk mencegah kritik terhadap pemerintahan nya. (Fx. Sutopo, 2014  :43).

Para sarjana yang menolak untuk menyerahkan kitab – kitab tersebut akan menjalani hukuman dikubur hidup – hidup. Sedangkan buku – buku yang tidak dimusnahkan adalah buku pertanian dari Nong Jia (ilmu pertanian) dan buku – buku seni perang dari Bing Jia, buku – buku ramalan, dan buku – buku pengobatan. Adapun buku – buku yang dimsunahkan disini adalah buku – buku yang membahas mengenai Aliran Fajia. (Fx. Sutopo, 2014  : 43)

Salah satu faktor yang membuat Qin Shihuang marah terhadap penganut Ru Jia adalah ketika Qin Shihuang hendak mengadakan upacara Feng Shan (semacam upacara pengukuhan sebagai kaisaroleh para leluhur) di gunung Tai, ternyata penganut Ru Jia tidak mengetahui bagaimana tata cara upacara Feng Chan. Bahkan semua penganut konfusianisme itu justru bertengkar tentang tata cara Feng Shan. (Fx. Sutopo, 2014 :44)

Selain itu bentuk lain yang juga menggambarkan kekejaman Kaisar Qin Shi Huang yaitu terlihat dalam pembangunan tembok besar yang juga menimbulkan banyak korban Jiwa. Hal ini terjadi karena buasnya alam dan minimnya sarana dan prasarana pada masa itu. Bahkan karena tidak ada waktu untuk menguburkan orang yang meninggal, maka mayat – mayat tersebut juga ikut dimasukkan ke dalam tembok besar. Karena kekejaman nya inilah, Dinasti Qin tidak dapat bertahan lama dan hanya berlangsung selama dua generasi. 

E) Zhang Liang Mengutus Pembunuh

Setelah berhasil mempersatukan daratan Negeri China, Qin Shi Huang beberapa kali mengadakan perjalanan inspeksi ke berbagai wilayah Negara Qin. Disetiap perjalanan nya ia selalu ditemani oleh Li Si dan Zhao Gao.

Dalam salah satu perjalanan inspeksinyanke wilayah Yangwu dan melewati Bolangsha, Zhang Liang yang merupakan seorang keturunan bangsawan dari Negara Han merencanakan pembunuhan terhadap Kaisar Qin dengan cara menyewa seorang pembunuh yang berpostur tubuh besar, yaitu dengan melemparkan timbangan besi yang beratnya hampir 60 jin kearah rombongan kereta Kaisar. Namun lemparan tersebut tidak mengenai kereta yang sedang dinaiki oleh Qin Shi Huang. (Halim, 2013: 71)

F) Jatuhnya Batu Meteor di Dongjun

Pada tahun 211 SM, sebuah meteor jatuh di daerah DOngjun. Konon terjadi perdebatan antara para pejabat dalam istana mengenai hal tersebut. Salah satu pejabat keluar dari barisan untuk menghadap Kaisar, dan mengatakan bahwa penguasa langit telah marah dan tidak akan lagi memberikan mandate kepada Dinasti Qin sebagai penguasa tunggal di daratan Negeri China ini. Bahkan pejabat tersebut juga mengatakan bahwa umur Kaisar tidak akan bertahan lama dan wilayah Dinasti Qin kelak akan terbagi – bagi menjadi beberapa bagian yang lebih kecil. 

Menanggapi hal tersebut, Li Si pun tidak kekurangan akal untuk meyakinkan para pejabat bahwa semua ini hanyalah perbuatan manusiadan tidak ada kaitannya dengan mandate dari langit. Tentu saja Qin Shi Huang tidak percaya mengenai kabar bahwa jatuhnya batu langit menandakan bahwa kekuasaan Dinasti Qin akan segera berakhir – setelah perjuangannya mempersatukan Negeri China dengan susah payah.

(Halim, 2013: 73)

G) Wafatnya Kaisar Qin Shi Huang

Semakin hari Kaisar Qin Shi Huang semakin depresi karena adanya serangkaian percobaan pembunuhan atas dirinya setelah mempersatukan Negeri China. Qin Shi Huang sendiri juga semakin tua dan mulai sakit – sakitan sehingga jarang memimpin rapat di Istana. Dalam kondisi nya yang seperti ini, Kaisar Qin Shi Huang pun mulai memberikan kepercayaan kepada Zhao Gao untuk mengurusi berbagai masalah yang berkaitan dengan Pemerintahan, sehingga kekuasaan Zhao Gao pun semakin hari kian bertambah kuat. 

Biarpun dalam keadaan sakit, namun Kaisar Qin Shi Huang tetap ingin mengadakan inspeksi ke berbagai wilayah Qin bagian Timur. Kali ini selain ditemani oleh Perdana Menteri Li Sidan Zhao Gao, Pangeran Huhai pun juga turut ikut serta. Selama perjalanan inspeksi kurang lebih 2 bulan, Qin Shi Huang akhirnya memerintahkan supaya rombongan beristirahat di istana yang berada di Kota Shaqiu. 

Qin Shi Huang yang dalam kondisi sakit memerintahkan Zhao Gao untuk segera mengirimkan titah yang berisikan supaya Pangeran Fusu segera kembali ke kota Xian‟Yang. Melihat keadaan Kaisar yang semakin memburuk, maka Zhao Gao pun segera menemui Perdana Menteri Li Si. Mereka berdua kemudian membicarakan mengenai masa depan penerus Dinasti Qin. Di tengah pembicaraan tersebut, seorang Kasim kemudian masuk dan melaporkan bahwa Kaisar telah meninggal. Li Si sangat terkejut dan meminta kepada kasim tersebut untuk merahasiakan kematian Kaisar. Untuk menutupi berita kematian Kaisar, Li Si memerintahkan agar setiap hari secara rutin segala kebutuhan Kaisar tetap disiapkan seperti biasanya.

Melihat kondisi tersebut,Zhao Gao pun berinisiatif mendesak Li Si untuk segera menuliskan titah yang palsu dan berbunyi bahwa Kaisar telah mewariskan Takhta

Kerajaan kepada Pangeran Huhai. (Halim, 2013: 75)

H) Adanya Pemberontakan Pada Masa Kepemimpinan Er Shihuangdi

Kaisar Zheng wafat pada 210 SM saat sedang dalam perjalanan. Seharusnya yang ditunjuk sebagai pengganti adalah putera pertama kaisar yang bernama Fu Su.

Namun, Li Si yang merupakan penasehat Kaisar memalsukan surat perintah yang di dalamnya berisikan agar Fu Su melakukan bunuh diri. (Fx. Sutopo, 2014 :44). Li Si kemudian merekayasa agar putera kedua raja yang bernama Hu Hai naik takhta dan bergelar Er Shihuangdi (Kaisar Kedua). 

Qin Er Shi membuktikan dirinya sebagai raja yang lemah dan cengkeraman pemerintah terhadap rakyat terus mengendur di bawah pemerintahannya. Dia terkenal karena temperamennya yang buruk, memerintahkan kematian siapa saja yang membawakannya kabar buruk, dan warisan langgengnya adalah asal mula pepatah "Jangan bunuh pembawa pesan" mengenai reaksi negatif untuk menerima informasi yang tidak diinginkan. 

Ketika Kaisar Ershi dari Dinasti Qin berhasil naik takhta, selanjutnya kemudian Putusan kelas-kelas terlibat dalam perselisihan internal. Putusan tersebut kemudian menghasilkan ketentuan untuk pembayaran pajak yang lebih berat, lebih banyak hukuman yang kejam, dan perpecahan sosial yang semakin meningkat dengan cepat. Pada zaman pemerintahannya, terjadi penindasan yang lebih besar terhadap rakyat dengan jalan menaikkan pajak. Para petani yang telah menderita hidupnya dibawah Dinasti Qin kemudian melakukan pemberontakan. Salah satu pemberontakan yang paling terkenal yaitu dipimpin oleh Liu Bang, pada 206 SM. Pemberontakan ini berhasil dari Ziying, Kaisar Terakhir Dinasti Qin yang baru memerintah selama 46 hari. 

I) Kondisi Dinasti Qin Pada Masa Pemerintahan Ziying

Latar belakang Ziying diangkat sebagai Kaisar pada saat itu tidak lepas dari peranan Zao Gao yang pada waktu itu melakukan penyerangan terhadap Li Siu dan setelah itu, menuduhnya melakukan pengkhianatan, dan mengeksekusinya. Dia kemudian memaksa Qin Er Shi, yang telah menyetujui kematian Li Siu, untuk bunuh diri atau menghadapi aib atas perannya dalam mengubah wasiat, kematian Fusu, dan pada dasarnya merebut takhta, yang semuanya tampaknya mengancam akan diungkapkan oleh Zhao Gao.

Zhao Gao kemudian mengangkat putra Fusu, Ziying (wafat 206 SM) sebagai kaisar, dan berpikir untuk mengendalikannya, tetapi Ziying menipunya dan membunuhnya bersama seluruh keluarganya. Namun, Pemerintahan dibawah kekuasaan Ziying tidak berjalan lebih baik dalam memulihkan otoritas Qin daripada  dibawah kekuasaan Qin Er Shi, dan pemberontakan skala penuh pecah pada 206 SM yang dipimpin oleh bangsawan Xiang Yu dari Chu (l. 232-202 SM) dan Liu Bang yang biasa dari Han (lc 256-195 SM). 

Pada 206 SM, Liu Bang pertama kali mencapai ibu kota Qin di Xianyang dan menerima penyerahan Ziying. Xiang Yu, tiba setelah itu, lalu menyuruh Ziying dan keluarganya dieksekusi dan mengakhiri Dinasti Qin. Ziying pun kemudian menyerah pada Liu Bang yang kemudian menjadi penanda berakhirnya Dinasti Qin. (Fx. Sutopo, 2014 :45) Baik Liu Bang maupun Xiang Yu meminta agar diizinkan menyerang Qin secara langsung di ibukota, tetapi pada saat itu Raja Zhao yang bernama Xie, memohon bala bantuan karena negerinya diserang oleh Zhang Han. Xiang Yu akhirnya terdorong untuk pergi ke Zhao dan bertempur malawan Zhang Han untuk membalas kemaatian pamannya, sehingga dengan demikian, Liu Bang yang mendapatkan kesempatan untuk menyerang ibukota Qin, Xianyang. Peristiwa ini terjadi pada tahun207 SM.

Pada tahun 209 SM, terdapat sebuah pemberontakan petani skala besar yang dipimpin oleh Chen Sheng dan Wu Guang mereda, yang mana sangat mengguncang kekuasaan Dinasti Qin. Pemberontakan Cheng Sheng serta Wu Guang, berawal pada tahun 209 SM, tatkala 900 tentara yang berasal dari Yangcheng (bekas wilayah kerajaan Chu, salah satu negara pada musim semi dan rontok serta masa perang antar negeri) hendak dipindahkan kemarkas utara di Yuyang (dekat Beijiing sekarang). Tetapi, hujan deras menghadang mereka untuk melanjutkan perjalanan itu. Pada zaman Dinasti Qin hukuman mati dapat dikenakan pada mereka yang terlambat memenuhi pangilan tugas. Karena takut di jatuhi hukuman mati, Chen Sheng dan Wu Guang, dua orang prajurit membunuh komandan-komandan pasukan mereka serta menyatakan bentrokan dengan Dinasti Qin. Mereka berdua berhasil mengusai Distrik Qixian yang sekarang terletak di provinsi Hubei.

Melalui serangkaian pemberontakan dan aliansi pemberontak, otoritas Qin digulingkan pada tahun 206 SM di ibukota Xianyang. Rumah Kaisar dibantai dan dinasti Qin dengan demikian berakhir. Serangkaian pertempuran rumit  kemudian diikuti untuk mendapatkan kehormatan menjadi penerus Dinasti Qin yang mengakibatkan periode yang dikenal sebagai Pertarungan Chu-Han di mana XiangYu dari negara Chu melawan Liu Bang dari Han untuk supremasi.

Setelah empat tahun Perang Chu-Han, Liu Bang mengalahkan Xiang Yu pada 202 SM dan mendirikan Han Dinasti di Chang'an (sekarang Xi'an), dalam sejarah dikenal sebagai Dinasti Han Barat. Meskipun Dinasti Qin berakhir hanya setelah pemerintahan dua kaisar, sistem baru yang didirikan oleh Kaisar Shihuang membuat kontribusi perintis untuk pengembangan Cina sebagai negara multietnis bersatu dan mengambil  Sejarah Cina di jalur baru dalam 2.000 tahun berikutnya. (Cao Dawei &

Sun Yanjing, 2011:58)

J) Hilangnya Status Budaya Tionghoa

Pada 212 SM, beberapa sarjana dan akademis menuduh Kaisar Shihuang menjadi "rakus akan kekuasaan" dan "senang dengan hukuman berat". Lebih dari 400 orang ditangkap dan dikubur hidup-hidup karena kejahatan pencemaran nama baik. Walaupun tindakan membakar buku dan mengubur hidup-hidup ditekan lawan dan melindungi pemerintahannya yang terpusat, sikap kejam kaisar menyebabkan banyak hal kehilangan status budaya Tionghoa dan memiliki pengaruh politik yang negatif. Perang dan proyek yang diprakarsai oleh Kaisar Shihuang memiliki tingkat signifikansi progresif. Namun, perpajakan yang berat,serta adanya  hukuman yang kaku, penyebaran yang mendesak untuk proyeknya, dan pembangunan istana dan makam, membawaa beban berat dan penderitaan rakyat. (Cao Dawei & Sun Yanjing,

2011: 58)

K) Adanya Konflik dan Perselisihan yang berkelanjutan

Pada masa kekuasaan yang singkat, Dinasti Qin sebenarnya masih dihadapkan dengan sisa-sisa konflik ketika periode Zaman Negara-Negara Berperang Dinasti Chou. Banyak perselisihan yang terus belanjut, dan permasalahannya belum tuntas ketika Dinasti Qin memerintah.

Segala cara telah dilakukan oleh Pemerintahan Qin dalam upaya untuk bisa meredam konflik dan mempersatukan rakyatnya, namun kenyataannya masih banyak rakyat yang terbelenggu oleh konflik di masa lalu.

Banyak daerah ketika itu yang masih memiliki kepentingannya masing-masing, bahkan beberapa daerah masih memiliki dendam pada daerah lain yang akhirnya menghasilkan konflik baru. Selain itu juga beberapa daerah menaruh dendam pada pemerintahan pusat. Konflik internal yang terus berlanjut dan faktor ekonomi yang tak kunjung membaik dampak dari perang sebelumnya, menjadi faktor utama dari keruntuhan Dinasti Qin. (Alvarendra, H. 2017).

L) Peninggalan Terakota Pada Masa Dinasti Qin

Salah satu peninggalan dari Dinasti Qin selain adanya Tembok raksasa cina juga terdapat peninggalan berupa Terakota yang menyerupai Tentara. Terakota tersebut mengacu pada ribuan model tanah liat seukuran tentara, kuda, dan kereta yang disimpan di sekitar makam besar Shi Huangdi, kaisar pertama Tiongkok dan pendiri dinasti Qin, yang terletak di dekat Lishan di Provinsi Shaanxi, tengah. Cina. 

Tujuan adanya teracota tentara kemungkinan besar untuk bertindak sebagai figur penjaga makam atau untuk melayani penguasa mereka di kehidupan selanjutnya. Situs ini ditemukan pada tahun 1974 M, dan figur tentara yang realistis memberikan wawasan unik tentang peperangan Tiongkok kuno dari senjata hingga baju besi atau mekanik kereta hingga struktur komando. Shi Huangdi sangat menginginkan keabadian, dan pada akhirnya, pasukan terakota yang terdiri lebih dari 7000 prajurit, 600 kuda, dan 100 kereta telah memberinya hal itu, setidaknya dalam nama dan perbuatan. 

Shi Huangdi sendiri (juga dikenal sebagai Shi Huangti) adalah raja negara Qin, yang menyatukan Tiongkok dari 221 SM dan kemudian mendirikan Dinasti Qin. Dia memerintah sebagai kaisar pertama Tiongkok sampai kematiannya pada 210 SM. Masa pemerintahannya singkat tetapi penuh dengan insiden, kebanyakan dari mereka cukup terkenal untuk membuat Shi Huangdi mendapatkan reputasi yang langgeng sebagai seorang lalim megalomaniak.

Gagal dalam upaya untuk memperpanjang hidupnya secara tidak wajar, Shi Huangdi mundur dari siaga kuno para penguasa otokratis dan sebagai gantinya membangun sebuah mausoleum besar. Faktanya, seluruh proyek besar dimulai pada tahun-tahun awal pemerintahannya karena membutuhkan banyak pekerjaan untuk membuatnya siap. Sebuah distrik administratif didirikan di situs tersebut dengan 30.000 keluarga dipindahkan secara paksa ke sana dan diberi tugas untuk membangun makam terbesar yang pernah ada dalam sejarah China atau orang lain. Akhirnya, tidak diragukan lagi ketika Huangdi menyadari bahwa waktu semakin singkat, ratusan ribu pekerja paksa dikirim untuk mendorong proyek tersebut hingga selesai. Dengan satu atau lain cara, Shi Huangdi akan dikenang lama setelah pemerintahannya. Tentara Terracotta tampaknya telah mencapai tujuan itu.

Untuk melindungi makamnya atau mungkin bahkan untuk memastikan dia memiliki pengawal yang berguna di kehidupan selanjutnya, Shi Huangdi menjadi jauh lebih baik dari para pendahulunya. Penguasa di Tiongkok kuno biasanya memiliki dua atau tiga patung untuk berdiri sebagai penjaga di luar kuburan mereka, tetapi Huangdi pergi untuk membawa seluruh pasukan mereka. Tentara Terakota sebenarnya adalah salah satu dari hanya empat kemungkinan karena bagian yang sejauh ini digali - 1,5 km dari mausoleum - berada di sisi timur dan mungkin diduplikasi di tiga sisi tumulus lainnya. Bahkan bagian seperempat ini belum sepenuhnya digali dengan hanya tiga dari empat lubangnya yang telah dieksplorasi sepenuhnya oleh para arkeolog.

Para prajurit memiliki tujuh variasi baju besi Qin yang (dalam tiruan) biasanya dalam bentuk panel kulit atau logam yang dipaku atau digabungkan, desain dan bahan yang dikonfirmasi oleh penemuan arkeologi langka di tempat lain dan dalam deskripsi teks dan bentuk seni lainnya seperti makam- lukisan di tempat lain. Beberapa infanteri tidak memakai baju besi, dan perisai adalah barang hilang yang terkenal, meskipun bukti penggunaannya dalam pasukan Qin dari sumber lain. Mereka juga mungkin telah dicuri pada zaman kuno karena beberapa tokoh tampaknya memegang barang di masing-masing tangan.

https://lh5.googleusercontent.com/WMLyrgpqVPBpINk3X9qM2W51XIaBUfDJnKgOpq8wifzRD8X939xAdaYj58JgkL041SoeoyXpVvyWshywSio8GKyXBrJpGzTQxosXUc-6exY9PBgFys2wDri4XWwdt_Ud2dUCedvZCnI 

Gambar 2. Patung Tentara Teracota 1

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB 3. PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Pra Dinasti Qin, adalah masa yang panjang sebelum Qin Shi Huang(Kaisar pertama Qin) menyatukan Tiongkok. Catatan sejarah mencatat banyak legenda mengenai leluhur orang Tiongkok, di antaranya yang paling terkenal adalah Yandi, Huangdi serta Yao, Shun, Yu. Kira-kira 2070 tahun sebelum masehi, dinasti pertama Tiongkok, dinasti Xia, berdiri. Dinasti ini berumur mencapai 400 tahun lebih. 

Dinasti kedua adalah dinasti Shang, juga dinamakan dinasti Yin(karena pada awalnya, dinasti Shang berpindah-pindah ibukota, hingga akhirnya sampai di Yin– hari ini terletak di Anyang, Henan, dan di sana memerintah selama 300 tahun lebih). Dinasti Shang adalah kerajaan besar di dunia waktu itu, berumur mencapai 500 tahun lebih, meninggalkan peninggalan yang berharga seperti Jiaguwen, alat-alat perunggu dan lain-lain. 

Dinasti ketiga adalah Zhou Barat, ibukotanya berada di Xi‟an sekarang. Belakangan ibukota Zhou Barat diduduki oleh suku minoritas, maka raja Zhou memindahkan ibukota ke Luoyang sekarang, disebut sebagai Zhou Timur. Zhou Barat dan Zhou Timur berumur total kira-kira 800 tahun. Zhou Timur dibagi menjadi Chunqiu(Musim semi dan musim gugur) dan Zhanguo(masa negara-negara berperang). Di masa Chunqiu, Tiongkok terpecah menjadi negara-negara kecil. Sesampainya di masa Zhanguo, terbentuklah tujuh negara yang paling kuat. Negaranegara ini melalui proses reformasi, memasuki periode feudalisme, meletakkan dasar terbentuknya dinasti Qin sebagai pemersatu. 

Dibandingkan dengan sejarah dunia, ketika peradaban Mesir kuno, Babilonia kuno, India kuno berkembang, dinasti Xia, Shang, Zhou Barat telah berjaya. Ketika negara bagian di Yunani dan Romawi makmur di Eropa, waktu itu juga pemikiran dan kebudayaan masa Chunqiu dan Zhanguo di Tiongkok mencapai kejayaannya. Peradabaan Timur dan Barat sama-sama bersinar, daerah Mediterania dan Tiongkok perlahan menjadi dua pusat peradaban besar di dunia.

DAFTAR PUSTAKA

 

Dawei, Cao; Yanjing, Sun. 2011. China‟s History. Singapore: Cengage Learning Asia Pte Ltd

Ebrey, P. B. The Cambridge Illustrated History of China. Cambridge University Press, 2010.

Halim. 2013. Qin And Han Dynasty: Catatan Kisah Sejarah Dua Dinasti. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Huang, Jing. 2017. Research on the Causes of the Destruction of the Qin Dynasty.

China University of Political Science and Law, Beijing, China. 119.  991996

Kenzou Alvarendra. 2017. Buku Babon Sejarah Dunia. Yogyakarta: Brilliant Book

Mayhew, George L. 2012. The Formation of the Qin Dynasty: A Socio-technical System of Systems. Missouri University of Science and Technology. 18(2012). 402-412

Sutimin, Leo Agung. 2012. Sejarah Asia Timur 1. Yogyakarta: Penerbit Ombak

Sutopo, FX. 2014. China Sejarah Singkat. Jogjakarta: Garasi.

W, Frederick Wells. 2019. A History of China (Sejarah Cina). Terjemahan oleh M.

Ahmat Asnawi, S.Pd. Temanggung: Desa Pustaka Indonesia

Wicaksono, Michael. 2013. Qin: Kaisar Terakota. Jakarta: PT Elex Media Komputindo

Wintle, J. The Timeline of History: China. Barnes & Noble Books, 2010

Yunus, Resmiyati. 2013. Jendela Peristiwa di Kawasan Asia Timur. Yogyakarta:

INTERPENA 

 

0 Komentar

© Copyright 2022 - RUMUS DIGITAL